Selasa, 27 Desember 2011

Lazysofia - Lying Under The Sun


Newsflash:
Lazysofia berencana berkolaborasi dengan band Dreampop/Shoegaze dari Swedia, Afraid of Stairs pada tahun 2012. Raditya Nugroho, menjanjikan sebuah split album akan dirillis atas dukungan Shiny Happy Records. Sembari menunggu hajatan tersebut, silahkan unduh single terbaru Lazysofia, Lying Under The Sun. Enjoy!

Download Link

Senin, 19 Desember 2011

Behind The Noises of Kevin Shields

Loveless kerap disebut sebagai sebuah album alternative yang unik dan orisinil oleh para kritikus musik. Lanskap musik shoegazing diterjemahkan Kevin Shields bersama My Bloody Valentine melalui album ini, dan menginspirasi banyak band lainnya.

Kevin Shields
Rahasia dibalik tekstur keriuhan dan berisik yang berlapis dan artistik dari My Bloody Valentine, hanya ada di benak seorang pria baya bernama Kevin Shields. Begitu banyak band yang berusaha mengulik dan terinspirasi dari inovasinya, mulai dari Asobi Seksu, Nine Inch Nails, hingga U2 sekalipun (on their Achtung Baby's album).

Nah, selamat menikmati parade poto-poto rigs dan effect gear dari Kevin Shields di atas panggung yang terdokumentasikan pada saat reuni MBV pada tiga tahun lalu. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi inspirasi bagi para gitaris band shoegaze di tanah air :P

Kevin Shields Main Pedal Board
Kevin's Secondary Board
 
Loop Control System and Set List.

Pedal Board for You Made Me Realise's Noises

From Jazz til Jag, You choose..
Amps for Noises

Berhubung pusing dengan rumitnya senjata amunisi Kevin Shields, berikut ter-paste-kan ulasan singkat dari blog Guitar Player, yang juga sama-sama pusing menelaah efek-efek milik pria paruh baya berdarah Irlandia ini... *sigh

Besides the pedals on the floor, there were lots of pedals on top of his rack.
A more or less complete list of Kevin’s pedals (on teh floor) and rack units is:
Pedalboard:
Volume Pedal
Roger Mayer Stone Fuzz
Digitech Whammy
RMC Wah?
Effector 13 Rocket (not Micro Pog as previously stated here. It looked liek one from teh distance, the white knobs were misleading…)
Effector 13 Truly Beautiful Disaster
MG That’s Echo Folks
Snarling Dogs Mold Spore
Roger Mayer Vision Octavia
Pete Cornish Custom? NG-2?
Ernie Ball Volume
Boss TU-2 Tuner
Mike Hill Services Midi Foot Controller w/ External Mute Switch (for rack effects)
Rack:
Alesis MidiVerb II
Yamaha GEP-50
conditioner
Yamaha SPX-900
Yamaha SPX-90
Alesis MidiVerb II
Mike Hill Services Midi Effect Preset boxes x5
Now…the following AMAZING pics show ALL the FX pedals Kevin Shields brought on tour, including a good look at his rack – God knows if he actually used all of them, but here we go!

A few things we can see:
Ibanez AD-9 Delay (could be Maxon, too); Z-Vex Seek Wah II; Danelectro Back Talk Reverse Delay pedal; Boss PN-2; Boss GE-7 Equalizer; Electro Harmonix Big Muff; Coloursound Fuzz; Boss SD-1; Boss Delay (DD-3?); Boss DD-20 Giga Delay; Coloursound Tremolo; Z-vex Super Hard-On; Z-Vex Tremolo Probe; Dunlop Rotovibe; Tech 21 SansAmp; Electro Harmonix Q-Tron
…and many, many more, that we can’t find out what they are…and we are too tired to find out now!

Some pedals he uses: an old Vox Tonebender; Homebrew Power Screamer Overdrive; Boss DD-6; Boss TW-1 ‘T-Wah’; Digitech JamMan; Boss AW-3 Dynamic Wah; modded Ibanez AD-9 Delay, probably by Keeley (“The stock foot switch operates as a feedback/self oscillation control! Hold the footswitch down and your notes will go into feedback! Just as if you turned the repeat control all the way up, this is great for sustaining notes or adding a bit of craziness to you music, music, music, music, music!”); proving that he’s not a pedal snob, Kevin uses an Electro-Harmonix  Little Big Muff; other Boss pedals include the Dynamic Filter, Acoustic Simulator, two GE-7 Equalizers, another DD-6 Delay, the famed PN-2 Tremolo/Pan and a PS-5 Super Shifter; A few Roger Meyer and Peter Cornish custom pedals; a Z-Vex Box Of Rock; MXR M-109 Graphic EQ and a few other boutique pedals… 
4) Setlist, MIDI Foot controller and A/B Switch. That’s how he controls his beast…teh controler has a “Mike Hill Services” label on it. (http://guitarplayer.wordpress.com)

--------------------------

Newly updated! Jika butuh informasi nama-nama efek-efek di poto-poto di atas, langsung klik ke http://www.effectsbay.com/2011/08/kevin-shields-my-bloody-valentine-pedal-boards/

Rabu, 07 Desember 2011

Gazing on Indonesia's Shoegaze Albums in 2011

Enam bulan berlalu sejak blog ini dibuat, akhir tahun siap menjelang. Tercatat 29 pelaku shoegaze di skena lokal terlacak, plus materi-materi mp3 legal untuk diunduh siapapun. Dan sejumlah album dari band shoegaze Indonesia terilis selama tahun 2011, berhasil memikat dan purely shoegazing!

Ketika bicara musik shoegaze beberapa tahun lalu, mungkin yang paling kentara dibenak orang banyak hanyalah Themilo. Pelopor musik shoegazing sounds ini berjasa membiasakan telinga pendengar musik alternatif disini dengan lanskap musik sub-alternatif yang diusung band semacam MBV, Ride, atau Slowdive. Melalui album pertama mereka, Let Me Begin (khususnya di side-b album tersebut), corak musik shoegazing yang meruang dan dreamy disuguhkan Themilo.

Sensasi shoegaze selanjutnya tak begitu semarak, hingga kemunculan Sugarstar. Ada yang bilang band ini begitu 'mistis', dimana mereka hadir dengan suguhan musik shoegaze yang berbeda dengan Themilo, diapresiasi banyak orang karena begitu detail dan kerap disangka 'band luar', namun tanpa sebuah album. Materinya secara laten berkeliaran dari satu USB ke satu komputer lainnya hingga kini. Pendirinya memilih menidurkannya, dan penasaran lah orang-orang sampai sekarang.

Pikat misterius shoegaze yang dimatikan oleh britpop pada tahun 1992, ternyata tak cuma merasuki kedua band tersebut. Ketika segelintir orang membuat Tribute to 90's Shoegaze dua tahun silam, menjadi bukti musik shoegaze mulai semarak ketika band-band tak dikenal tampil dihadapan 500 orang dan menghibur tanpa cela. Purely shoegazing, just like in the 90's, when MBV's and others was having their cool but short moments.

Pada tahun 2011 ini sendiri, sudah terlacak 29 band atau musisi genre shoegazing yang tampil di blog ini. Mayoritas band-band baru yang tak kalah memikat dan berkualitas. Tak melulu dreamy berefek modulasi-reverb, tetapi juga roughly fuzzy dan  berani mengeksplorasi sounds. Well, tanpa panjang kata-kata (secara sudah empat paragraf :P), berikut tiga album shoegaze lokal dirilis secara fisik sepanjang 2011 yang patut diapresiasi dan tentu kudu dibeli albumnya.




"Setelah 7 tahun didera berbagai cobaan teknis dan non teknis, akhirnya Themilo merilis album kedua bertajuk Photograph. Ajie Gergajie cs. berhasil memupuskan lara para penikmat musik mereka yang sempat terbuai oleh sajian materi tak resmi di dunia maya."




Noises By Gap - Sonic Sun



"..album Sonic Sun yang dikerjakan selama 6 bulan semasa hidupnya, bisa menjadi awal yang bagus untuk bercengkerama dengan keliaran imajinasi dan musikalitas Gendra yang harus berhenti selamanya."








 "Kebisingan khas band shoegaze klasik seperti My Bloody Valentine dan The Charlottes, tampak kentara di mini album ini. Sedikit beringas dan berbahaya."

Jumat, 02 Desember 2011

Intenna

Tak disangka, Malang memiliki sebuah band shoegaze yang tak kalah memikat dengan kompatriot mereka di Jakarta atau Bandung. Intenna berusaha memesona kota Apel dengan lanskap musik hazy, dreamy, dan meruang.

Jujur saja, tak terpikir kalau kota Malang ternyata menyimpan kejutan tersendiri untuk skena lokal shoegaze. Kejutannya, sebuah band yang terdiri dari 5 orang, yang terdiri dari Ovan Zaihnudin (Gitar), Dwianto (Gitar), Puguk Haidi (Bas), Henry Setiawan (Drum), dan Omink (Vokal).

Intenna

Suguhan musiknya, bermodulasi dan fuzzy, semacam Slowdive. Omink, sang vokalis perempuan, menyejukkan dengan suara lembut khas Rachel Goswell  di lagu-lagu Intenna berlirik imajinatif dan juga akhir kehidupan. Berikut dua lagu Intenna yang dikirimkan ke blog ini, Little Miss Sunshine dan Dansa Hujan.

Download

Senin, 28 November 2011

Kevin Shields Luncurkan Pickpocket

Kevin Shields bersama Charlotte Marionneau (gosip: kekasihnya) mendirikan sebuah label rekaman bernama Pickpocket. Pertanda sebuah album terbaru My Bloody Valentine terilis via label ini?

NME reports that My Bloody Valentine frontman Kevin Shields has started a record label, called Pickpocket, with Charlotte Marionneau of the London band Le Volume Courbe. The first release, out November 14, is Le Volume Courbe's Theodaurus Rex EP.

Well, you know who.. :)

Shields told NME that the EP was originally prepped for release on a different label. "I was like, 'I'll just get rid of a few pedals that I've had lying around for ten years and we'll start a label,'" he said. NME also reports that Shields has been recording a 10-minute noise track. "We thought we could put it out as a 10-inch," Marionneau said.

  Charlotte Marionneau - Le Volume Courbe
 NME reports that the label does not plan to release new music by My Bloody Valentine. Sigh. (Pitchfork)

Rabu, 23 November 2011

Cherry Bombshell - Waktu Hijau Dulu & E.P.

Band legendaris Bandung ini, salah satu perintis awal sepak terjang band-band indie di tanah air. Album pertama mereka, Waktu Hijau Dulu, menjadi landmark musik dreampop eklektik dan menyisipkan materi-materi shoegazing pertama kalinya di skena lokal.

Sedikit sekali band indie jebolan 90-an yang masih bisa bertahan hingga kini. Cherry Bombshell adalah salah satunya, selain Pure Saturday atau Kubik, misalnya. Berdiri sejak 16 tahun silam, band ini berhasil menelurkan 3 album, plus satu mini album, meski sempat vakum dan perubahan personil besar-besaran, menyisakan satu pendiri aslinya saja di formasi saat ini.

Cherry Bombshell merilis sebuah album pertama yang legendaris, Waktu Hijau Dulu. Band yang mengambil nama dari warna cat rambut idola mereka, Miki Berenyi, sang vokalis band Lush, meracik sebuah album bernuansa dreampop, indiepop, dan shoegazing! Keempat pendirinya yaitu Agung Pramudya Wijaya (bass), Harry Hidayatullah (gitar), Ismail Rahaji (gitar), dan Mochammad Febry Syarif (drum) menggandrungi band 90's shoegaze seperti Lush, Pale Saint, Velocity Girl, dan Revolver. 

Cherry Bombshell - Waktu Hijau Dulu

 Hasilnya adalah Waktu Hijau Dulu, setelah sebelumnya sempat merilis demo tape berisikan 6 buah lagu dengan vokalis Alexandra, dari Sieve, sebuah band gothic. Sebelum album perdana dirilis, Alexandra harus meneruskan pendidikannya di Hongkong. Kedudukan Alexandra lalu digantikan oleh Widyastuti Ariani.
 
Berisikan dua belas buah lagu, Waktu Hijau Dulu dirilis dengan single utama, Langkah Peri, menjadi tembang indie favorit lintas generasi. Lirik-lirik di album ini pun eklektik dan surealis. Lagu seperti Anti Adas, Lahar, Bacar, Flowing Marjans, Tuduh, Memar, Kura-Kura Dalam Perahu, Sesal, Bintang, Lepas, dan Waktu Hijau Dulu, tampak begitu underrated, namun tak kalah memikat. Kita bisa merasakan sentuhan shoegazing di beberapa lagu di album pertama mereka.


demo EP yang berisikan lagu Super Ego


Sebuah lagu berjudul Super Ego (bisa dilihat video streaming diatas), dari mini album mereka yang tak pernah masuk dalam album penuh mereka, bisa menjadi salah satu jejak shoegazing eclecticism yang dirintis Cherry Bombshell, dan membuat seluruh materi dari album ini begitu dihargai dan disukai, khususnya bagi para loyalis garis keras mereka.

Kini, kaset album pertama Waktu Hijau Dulu, termasuk langka dan susah dicari, apalagi dengan album mini mereka berjudul E.P. yang hanya dicetak 500 kaset. Untungnya, file-file album pertama ini tak sulit ditemui dibeberapa file sharing, dan relik-relik shoegazing klasik dari Cherry Bombshell di album ini setidaknya masih bisa ditelusuri siapapun.

---- Dan akhirnya saya berhasil mendapatkan album mini EP dari seorang teman baik yang tahu betapa saya rela menato lengan dengan tulisan Cherry Bombshell jika tidak dinyatakan haram oleh agama saya :))

Minggu, 20 November 2011

Noises By Gap - Sonic Sun

Umurnya hanya 18 tahun. Namun ajal terlalu cepat menjemputnya sebelum skena lokal mengenal lusinan lagu-lagu eklektik folk shoegaze memikat dan imajinatif yang tersimpan di laptopnya. Ia bernama Gendra Aldyasa Pasaman (1992-2010).

Sungguh, saya tak menyangka kalau penggubah album Sonic Sun, ternyata satu orang yaitu Gendra Aldyasa Pasaman, dengan memakai nama Noises By Gap. Ketika album itu muncul di etalase Aksara, saya sudah penasaran seperti apa sosok band ini ketika berada di atas panggung. Sampai sebuah artikel dari Rolling Stones yang berjudul Haru Biru di Peluncuran Album Sonic Sun Milik Noises by Gap, mengejutkan saya dengan kematian Gendra sebelum album ini dirilis!

Dirilisnya album Sonic Sun, pun tak lepas dari peran dua personil Agrikulture, Anton dan Hogi Wirjono. Ketika diwawancarai RSI, mereka menemukan materi-materi Gendra ketika sedang melihat isi laptopnya. Sekumpulan musik bernuansa shoegaze langsung memikat mereka. Anton dan Hogi segera menyambangi Iyub, produser dan otak Santamonica, untuk melakukan proses mixing dan mastering ulang.


Noises by Gap - Sonic Sun

Materi-materi mentah hasil polesan Iyub pun tersaji di album ini. Gendra meracik kesan akustik folk, eklektik, electronic, dan shoegazing terkini dengan apik. Terasa sekali pengaruh band-band shoegazing era 90-an seperti The Verve (album Storm in Heaven), Spoonfed Hybrid, Pale Saints, ataupun My Bloody Valentine. Dan Gendra melakukan semua isian dari seluruh materi seorang diri dengan sistem home recording hanya menggunakan gitar dan sebuah software musik.

On My Way, menjadi salam pembuka instrumental album Sonic Sun yang kentara sekali kesan space rock, dreampop, dan shoegazing. Lagu berikutnya, Sonic Gaze secara perlahan menerpa dengan gelombang gitar akustik, berselimutkan fuzz dan reverb penuh adiksi. Superstar menjadi lagu ketiga yang sejuk. Kabarnya telah dibuatkan videoklipnya, Gendra meracik gitar akustik lagu ini disandingkan dengan nuansa tremolo fuzz, menambah pekat atsmosfir lagu.

Alm. Gendra Aldyasa Pasaman
Beberapa lagu lainnya di album ini yang juga patut diperhatikan, sebut saja  zzz, sebuah materi yang dimana Gendra bermain-main dengan loop dan synthesizer. Folk akustik yang begitu pekat, tampak juga di lagu One More, mengingatkan keteduhan slowcore a la Red House Painters. Lalu, The Moon is Your Friend, membuai sebagai penutup jendela imajinasi Gendra yang begitu liar. Album Sonic Sun oleh Noises by Gap, bisa saya sebut sebagai album shoegaze lokal yang detail, unik, dan artistik.

Terjatuh dari lantai 15 sebuah apartemen di daerah Jakarta Selatan, tak pelak akhir tragis dari remaja ini. Mungkin segetir kisah para musisi muda cerdas yang keburu tewas sebelum albumnya dipuji orang banyak, seperti Andrew Wood dari Mother Love Bone. Namun album Sonic Sun yang dikerjakan selama 6 bulan semasa hidupnya, bisa menjadi awal yang bagus untuk bercengkerama dengan keliaran imajinasi dan musikalitas Gendra yang harus berhenti selamanya. (Marr - howdoesitfeeltofeel1979.blogspot.com)

Album Sonic Sun, bisa dibeli di toko musik khusus seperti Aksara Bookstore dan sejenisnya. IDR45.000. 

Check his songs, online streaming at http://noisesbygap.bandcamp.com/album/sonic-sun

Jumat, 11 November 2011

Ajie Gergaji's New Tracks!

Ajie Gergaji kembali merilis dua materi baru di Soundcloud, bersama Amazing in Bed dan TrahProject. Penuh daya pikat, imajinatif, membius, dan bisa diunduh!

Ajie Gergaji just having a good time!

Punggawa Themilo ini kembali mempersembahkan dua materi terbaru dari proyek solonya. Jika beberapa materi sebelumnya di laman Myspace pribadinya, Ajie berselingkuh dengan para DJ, kini ia mencoba bercengkerama dengan Amazing in Bed, dalam lagu berjudul Circle, bernuansa 90's alt seminal shoegazing. Sementara itu Maya Mayow (vokalis terbaru Amazing In Bed) dan Ajie dengan apik mengharmonisasikan vokalisasi mereka begitu intim pada lagu ini. - And how i immensely fell in love with this track :)

Amazing in Bed (formasi terbaru)

Materi terbaru lainnya adalah Layung Bereum, bersama TrahProject. Layung Bereum yang dalam bahasa Sunda, Mega Merah, menjadi kolaborasi berikutnya dengan musisi DJ. Trah Project sendiri terdiri dari Gigi priadji, Iman "zimbot" Rohman, dan Indra NVG, yang mengusung world music dengan meleburkan musik etnik Sunda dan modern. Nuansa ambient dan electronic, terpaan distorsi reverb, dan senandung pria dan wanita yang begitu dreamy dan etnik! 

Trah Project

Kini, Ajie sedang mempersiapkan 8 lagu untuk album solonya. Ia berbagi-dengar kedua lagu dari album tersebut via laman situs Soundcloud, meski hanya lagu Circle yang bisa diunduh. Tapi tenang, ada satu lagu materi terawal Ajie, berjudul Frozen Scratch Cerulean bersama Bottlesmoker, juga bisa diunduh gratis. So, enjoy his fascinating works, guys!


Circle
Download Link
Frozen Scratch Cerulean
Download Link

-------------------------------------
http://soundcloud.com/ajiegergaji
http://myspace.com/ajiegergaji

Kamis, 10 November 2011

My Violaine Morning - Light Inside (Free Single)

Band ini sudah hadir sejak tahun 2004 di Bandung. Berkiblat pada instrumentasi musik shoegazing, kini My Violaine Morning merilis sebuah single terbaru yang lebih 'ngeband' untuk album terbaru mereka, The Next Episode of This World, siap diunduh!

My Violaine Morning adalah sedikit band indie lokal yang mudeng dengan sosial media, khususnya situs band. Situs band ini yang beralamat di http://www.myviolainemorning.com, betul-betul memanjakan para pendengarnya dengan laman-laman yang artistik dan informatif. Mereka pun tak pelit untuk berbagi materi kepada siapapun, termasuk untuk album penuh perdana mereka yang bertajuk The Next Episode of This World.

My Violaine Morning

Sebuah lagu berjudul Light Inside, menjadi teaser album perdana mereka yang akan dirilis oleh label Jepang, Happy Prince. Satu hal yang seru, vokalisasi disandingkan pada lagu tersebut, berbeda dengan materi mereka sebelumnya yang dominan dengan instrumentalisasi. Dreamy dan shoegazing, mengingatkan band-band shoegaze klasik seperti Kitchen of Distinction dan the Rosemarys. Namun pengaruh mereka terserap dari My Bloody Valentine, The Cure, Cocteau Twins, God is an Astronaut, hingga Slowdive.

MVM's upcoming album.

Para personil band ini adalah Roni (vokal dan gitar), Baruna (gitar), Rikip (bass), dan Risky (drum). Uniknya, mereka sering bergonta-ganti posisi saat meracik di studio. Kabarnya, mereka akan merilis album ini pada bulan Januari 2012, dan rencananya dihelatkan Common Room. So, sembari menunggu, nikmati Light Inside dari My Violaine Morning via pranala unduh dibawah ini.

Light Inside

Rabu, 26 Oktober 2011

Korine Conception - Glow in Transparancy Aurora

Band dari kota Medan ini berhasil meracik dreampop, ethereal, ambient, nu-gaze, hingga slowcore, begitu jernihnya. Berikut artikel mereka dari wastedrockers dan link unduh album perdana mereka, Glow in Transparancy Aurora.  

Korine Conception adalah sebuah band dreampop / shoegazing asal kota Medan. Saya pribadi sampai berkata dalam hati: “anjrit, dari Medan ada juga ben kaya’ gini!”  Band yang terdiri dari enam orang ini berdiri sejak tahun 2003. Sudah merilis beberapa buah single kompilasi. Hingga akhirnya di awal 2010 ini mereka merilis album debutnya yang berjudul G12low In Transparancy Aurora di bawah BFW Recordings; sebuah net-label khusus musik-musik indie-rock / electronica / experimental asal Manchester, Inggris.


Seperti umumnya formulasi band-band dreampop, musik Korine Conception menggunakan kord-kord minimalis yang dilapisi oleh melodi-melodi ethereal guitar dengan efek flanger-delay kadar dosis tinggi, droning string-section dari keyboard, noise-feedback gitar sebagai latar dan whispery-falsetto vocal. Secara musikal, konsep yang Korine Conception tawarkan bisa kami nikmati dengan baik. Lagu-lagu kontemplatif di album Glow In Transparancy Aurora nampaknya harus didengarkan pada waktu luang. Jadi, coba cek these Medanese shoegazers! (Dede - wastedrockers.blogspot.com)

Glow in Transparancy Aurora
Download Link

Jumat, 21 Oktober 2011

Hoarse Tour 2011

Sebuah tur bertajuk Hoarse Tour 2011, siap melabrak tiga kota dengan penampilan tiga band yang mengusung musik tidak populer dan anti-rock. Bising mengincar Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta.

HOARSE TOUR 2011, begitu kami menyebut rangkaian tur tiga kota ini. SORRA (Bandung) akan menjadi tuan rumah pertama pada tanggal 4 November 2011, disusul oleh BAREFOOD (Jakarta) pada tanggal 5 November 2011, dan ditutup dengan jamuan dari NERVOUS (Yogyakarta) pada tanggal 12 November 2011.



Timeline:
1. Jumat, 4 November 2011
Braga Cafe, Jl. Braga no 15, Bandung
bersama Neowax, Veskil

2. Sabtu, 5 November 2011
Bara Futsal, Jl. Falatehan No.68 Blok M, Jakarta Selatan
bersama Damascus, StrawberryWine

3. Sabtu, 12 November 2011
Wadjah Coffee, Jl. Wahid Hasyim, Condongcatur
bersama Talking Coasty, Anggisluka

Your call. Either way, we welcome you.

===========================================

Selasa, 18 Oktober 2011

Black Mustangs

Black Mustangs, hanya hidup sejenak di skena musik ibukota. Mengusung seminal shoegazing khas daratan US dan UK di era 90-an, berikut ulasan band ini oleh wastedrockers, plus pranala unduh dari satu lagu mereka berjudul Now is The Time.

Lagi-lagi Wasted Rockers menemukan band lokal yang bagus! Kali ini datangnya dari Jakarta. Mereka adalah: Black Mustangs (www.myspace.com/blackmustangpsychedelic) adalah sebuah band muda asal Jakarta. Memainkan psychedelic-rock dengan cita rasa band-band Inggris era 90-an yang kental.

Band yang terdiri dari enam personil ini mengambil pengaruh musikal dari: funk, psychedelia, rock n roll, (sedikit) shoegazing, (sedikit) raga-rock & madchester. Mereka adalah Jonathan Pardede (Guitar & Vocal), Dimitri Dompas (tambourine and back vocal), Bernadus Fritz (guitar), Andreas Hura (drum), Bhisma (Guitar & Back Vocal).

Black Mustangs
Mungkin apabila mereka muncul di era 90-an bakal disebut orang-orang sebagai “Britpop”. Ya, di musik Black Mustangs kami mendengar pengaruh dari musisi-musisi macam: Inspiral Carpets, Oasis, Kula Shaker, Swervedriver, (late) Ride, (early) Charlatans UK & (early) The Stone Roses. (Dede - wastedrockers.wordpress.com)

Too bad, setahun silam, mereka menyatakan telah bubar di laman facebook. But don't worry, berikut link unduh dari lagu Now its The Time. Enjoy the ride!

Minggu, 16 Oktober 2011

Bleary Eyes

Salah satu band shoegaze senior di Bandung bersama Themilo, Bleary Eyes seperti sebuah kabut yang menyelimuti kotanya. Begitu dingin dan misterius.

Satu lagi band shoegaze yang bagus, namun hampir tak ada informasi yang cukup untuk dijelajahi suguhan musiknya. Pelakon Bleary Eyes sama-sama misteriusnya. Untung, Aduy, personil Jellybelly membantu informasi siapa gerangan personil band ini, tak lain Martin (drum), Hendra (gitar), Temmy (vokal, gitar), dan Reva (bass, vokal).

Band shoegaze lawas di kota Kembang ini menampilkan musik yang meruang oleh efek-efek modulasi, dan berbalut fuzz distorsi seperti Slowdive dan A.R. Kane. Sayangnya, tak seperti kompatriot satu kotanya, Themilo, Bleary Eyes justru sama sekali belum memiliki sebuah album penuh. Yang ada hanyalah materi demo yang terserak di hard disk, alhasil tidaklah banyak yang mengenal band ini (khususnya di kota-kota selain Bandung).

Bleary Eyes
Untungnya, tersedia empat lagu Bleary Eyes siap unduh dari hasil sindikat berbagi file perkoncoan, terdiri dari Unrequited, sisanya hanya berjudul Track 1 (Untitled), 2 (Rain Wash Away the Pain), dan 3 (Pleasure to Lie) - biar afdol, sekelar unduh, rubah track tanpa judul dengan keterangan judul diatas. Dan Temmy merestui berbagi file ini untuk kita semua!


Download Link

Kamis, 13 Oktober 2011

Lazysofia - Up in The Air

Mereka hanya berdua. Keduanya pria. Meracik senandung bising di relam kota Bandung yang sejuk. Hasilnya, sebuah EP berjudul Up in The Air yang telah terilis baru-baru ini.

Sebuah link lagu di soundcloud berjudul Lying Under the Sun di laman facebook, betul-betul mengagetkan saya. Betapa tidak, lagu itu menghantarkan serangan tremolo dan fuzz secara bersamaan. Mirip apa yang dilakukan band Moonshake lewat lagu Gravity, namun lagu milik band bernama Ladysofia ini terasa lebih intens. 
Lazysofia's EP - Up in The Air

Ladysofia terdiri atas dua pria bernama, Raditya Nugroho (drum) dan Thresia Sandra Desfika (gitar, vokal). Berdua, mereka meramu materi dengan bantuan loop dan sejenisnya. Dibawah bendera label Bah! Records, band yang mengambil nama Lazysofia dari karya seni teman mereka, merilis sebuah EP berjudul Up in The Air.

EP yang berisikan dua lagu, berjudul Up in The Air dan So Lazy (sayangnya, Lying Under The Sun tak masuk rilisan ini) menjadi materi salam hangat kepada pendengar baru Lazysofia. Kebisingan khas band shoegaze klasik seperti My Bloody Valentine dan The Charlottes, tampak kentara di mini album ini. Sedikit beringas dan berbahaya.


Lazysofia with Inel (their additional mus.)

Bagi yang penasaran, bergegaslah membeli EP Ladysofia berjudul Up in The Air yang hanya dicetak terbatas, 25 kopi, seharga Rp15000, dan bisa dibeli/order di Omuniuum, Ruku/Kineruku, dan Ruang Kecil (For International Order)

Minggu, 09 Oktober 2011

Poptart

Jebolan legiun band-band Sinjitos di era awal, Poptart menampilkan geliat shoegazing ibukota di pertengahan 2000-an. Tak terdengar lagi kabarnya, band ini menyisakan remah-remah materi yang menarik untuk disimak.

Minimnya informasi tentang band ini di dunia maya, bahkan untuk dokumentasi foto profil personil Poptart atau aksi mereka di atas panggung sekalipun. Mungkin karena band ini hadir di era friendster, dimana posting foto ataupun pamer materi tak semeriah saat ini lewat facebook (laman mereka di myspace pun nihil). Yang ada pun hanya sebuah page multiply Poptart yang berisikan informasi secukupnya saja, dimana para pelaku Poptart adalah Ato (gitar), Louie (gitar), Uwie (bass, vokal), dan Ricky (drum). Sang basis adalah staf label Sinjitos dan basis Santamonica, dan bagi yang suka latihan di studio Sinjitos, tak akan asing melihat wajahnya.


Ricky
Ato & Louie
Uwie









Meski begitu dari materi musik, Poptart menampilkan shoegazing klasik yang tersarikan dari band-band fuzzy seperti Chapterhouse, Ride, Revolver, hingga Adorable. Serunya, beberapa materi memiliki lirik bahasa Indonesia, satu hal yang jarang ditemui di band-band shoegaze lokal lainnya. Dan, tidak terkesan maksa dan janggal. Sayangnya, tak ada dokumentasi aksi live band ini, dimana pasti banyak yang belum pernah melihat wujud Poptart dengan mata sendiri.


Berikut tiga materi Poptart dari sindikat berbagi file perkoncoan,  berjudul Fuga, Biar, dan Klise, dan diijinkan pendiri Poptart, Uwie. 

Download Link

Selasa, 04 Oktober 2011

Diamond Gazers by Jude Rogers

Jude Rogers, kolumnis dari The Guardian menulis sebuah artikel menarik tentang hantu shoegazing yang kembali bergentayangan dan urusannya yang belumlah kelar setelah lebih dari satu dekade silam. Blak-blakan, apa adanya dan sesuatu banget :P Enjoy!

At the start of summer 2007 a supple, shimmery thread started darning itself through a long line of euphoric-sounding albums. From Maps to Blonde Redhead, Mahogany to Deerhunter, Asobi Seksu to Ulrich Schnauss, you could hear the heady, woozy influence of a style of music that had been a byword for naffness and overindulgence for the past 15 years; a type of music that Richey Edwards of the Manic Street Preachers had said he "hated more than Hitler". Names like nu-gaze, stargaze and shoetronica were used to describe it, names that couldn't quite hide the scene that dared not speak its name. For shoegazing was back - the sound of jangly indie fed through layers of distortion, overdrive and fuzz; of delicate souls turning themselves up to 11. In Summer 2007, bands, clubs, Mercury prize-nominated albums, films, and novels are all proud to claim it as an inspiration.

Richey Edwards on shoegaze: "hated more than Hitler"

Why shoegazing and why now? "Because it's time to be adventurous again - and it's time to reclaim the music from the term," says Nathaniel Cramp, the cheerful, bearded promoter of Sonic Cathedral, both a shoegazing club that travels around the UK, and a record label. The term is the first problem: it began life as it remains - a derogatory word coined by Food Records boss Andy Ross in 1990, co-opted by the NME to describe bands like Slowdive, Chapterhouse and Moose, who would stare at their pedals through their curtains of hair rather than engage with their fans when they played live. "It wasn't very fair," says Neil Halstead, formerly Slowdive's shy teenage frontman, and now the leader of country band Mojave 3. "The live shows were far from fey. They were about the energy of the experience, about sheer volume, and about taking a quantum leap. It's was about getting excited, getting stoned, but the same time it was about being geeky - something that wasn't rock'n'roll in any respect."

Groups like Ride and My Bloody Valentine were the big bands of shoegaze, and were fiercely anti-rock in their music and their outlook. "We didn't want to use the stage as a platform for ego, like the big bands of the time did, like U2 and Simple Minds," says Mark Gardener, then Ride's lead singer, and now a solo artist. "We presented ourselves as normal people, as a band who wanted their fans to think they could do that too." Ride managed to take this to another level in February 1992, having a top 10 hit with the eight-minute epic Leave Them All Behind.

Ride, choosing to be normal people
So what went wrong? Indie's dance revolution harmed shoegazing early on, bands from prosperous Thames Valley towns such as Oxford and Reading being easily mockable, and less exciting, next to their druggy and arrogant Madchester rivals. From 1992, grunge started bovver-booting its presence all over pop culture, its pessimistic lyrics and musical sparseness utterly at odds with shoegazing's lush, languid optimism. "We had no chance after grunge," says Gardener. "We were the opposite of greasy smack-takers from America. We were nice boys - and nice boys on the wrong kinds of drugs."

But 15 years later shoegazing has become hip again. Cramp thinks the soundtrack to Sofia Coppola's Lost in Translation in late 2003 - curated by My Bloody Valentine's Kevin Shields - speeded its return, and his club's mission is to contextualise shoegazing in terms of its influences and inspirations. "You'll just as likely hear Syd Barrett and Ladytron as you will Swervedriver and Moose. It's music I know people in Ride T-shirts with fringes will like - although they're too old to have fringes now, they've receded too much - but also music younger people will find exciting too." He mentions one of Sonic Cathedral's latest signings, Kyte, a band of boys in their early 20s who'd never heard shoegazing records until Cramp played them some, and Manchester's Working for a Nuclear Free City, who came to shoegaze through the ambient music of Brian Eno.

James Chapman, the 28-year-old bedroom musician behind Mercury prize-nominated Maps, likes this idea of putting shoegazing into context. He was only dimly aware of it as a child. "To me, shoegazing is just a stage of psychedelic music. I hear late 1980s dance in the music of that time, but also a lot of the late 60s psychedelic folk scene." These influences were also flagged up by bands at the time: Shields said that dance music was the inspiration for his band's biggest album, Loveless, while Gardener and Halstead still love the Byrds, the Doors and the Velvet Underground. Chapman thinks psychedelic music of either the dance or rock kind is always exciting to experience live. "I want to make music and play music that has the same effect on someone as My Bloody Valentine had on me - making people want to join together and escape themselves."

Ulrich Schnauss, the 29-year-old DJ whose dreamy second album Goodbye came out in June, thinks this escapism is vital to shoegazing's appeal. He comes from the north German outpost of Kiel, a dull town that he saw as the equivalent of Reading, home to Halstead's Slowdive. "Too much music these days is about how bad these towns are, about everyday life, and all the dull details. Shoegazing is a way out of that - there's melancholy in it, but lots of heaven there too." He thinks people connect with dreamy music more in times of world crisis, and points out how psychedelic music has flourished during the wars in Vietnam and Iraq. "It's music that offers a much more profound way of trying to cope with a bad world, isn't it? Offering hope rather than breaking your guitar and shouting 'fuck you!'"

Ulhrich Snauss, "i'm in heaven"
Andrew Prinz of New York's Mahogany, who have played to huge crowds in North and South America, believes the romantic nature of the music has universal appeal too. "All the imagery on the original records was about love - all nature and kissing, subjects that could be really wet. But with these washes of sound, they become really electrified and erotic - and everyone wants to hear music that's electrified and erotic."

Shoegazing is also spreading beyond the CD racks. Eric Green, a young film-maker from Los Angeles, is in post-production on a documentary about shoegazing and the music that preceded it called Beautiful Noise, in which he interviews fans of the genre, including Trent Reznor, the Flaming Lips' Wayne Coyne and Billy Corgan. They were willing to talk, he says, because there wasn't a shoegazing backlash in America; the music was seen as part of an ongoing heritage of experimental rock, which fed into later genres like space-rock and post-rock. "But I decided not to use the word shoegazing in the film in case it upset anyone," he admits. "And because someone had said to me, 'The word "mafia" isn't in The Godfather, you know.' So I left it out."

First-time novelist James Buckley was braver, calling his book Celebrate Myself, after another mocking NME name for the original shoegazers, The Scene That Celebrates Itself. It tells the story of a self-righteous MBA student who's also into shoegazing music. "The business world and shoegazing both attract intelligent idealists," he says. "And a lot of those bands were university-based." He has met a lot of Ride fans in the City, and says he sees plenty of men from the trading floors at the back of gigs.

Still, images like these won't help change the minds of detractors. It doesn't help that Alan McGee, the man who signed Ride, My Bloody Valentine and Slowdive to Creation, is its most vehement critic. "Bloody nonsense. My Bloody Valentine were my comedy band. Ride were different - they were a rock band, really, a fantastic rock band - but My Bloody Valentine were a joke, my way of seeing how far I could push hype." Although he said Shields was a genius in the Guardian in 2004, he now says, unconvincingly, that the revival is just people still buying his lies.

Alan McGee, "MBV were a joke!"
But the fans don't agree - they see this music as theirs. "This music is the opposite of hype," says Schnauss, vehemently. "It's about genuine emotion. It's about standing at a gig or walking around with your headphones on and being completely transported. It's about that kind of beauty." Or a Chapman neatly puts it: "It's all about music that doesn't stare at its shoes. It stares at the stars."

Terjemah ke Bahasa

Minggu, 02 Oktober 2011

Elemental Gaze - Let Me Erase You

Band kota Kembang ini telah wara-wiri sejak pertengahan 2005. Menjadi pembuka tur Mono di Malaysia, Elemental Gaze termasuk segelintir band indie yang cukup sukses go international.

Dari sebuah blog musik lokal terkemuka, terkisahkan anak muda bernama Fuad yang gandrung musik-musik seperti My Bloody Valentine, Godspeed! You Black Emperor, M83, dan Sigur Ros. Ia berandai memiliki sebuah band yang disesaki oleh aneka pesona dari band-band tersebut. Gayung bersambut ketika ia sampaikan ide ini kepada teman-teman terdekatnya. Dan lahirlah pada tahun 2005, sebuah band bernama Elemental Gaze, berkonsep nu-gaze yang temaram.

Elemental Gaze

Pelaku musik Elemental Gaze yaitu Fuad / Asu (loops, song writer, keyboard), Lutfi (keyboard, guitar, soundscape), dan  Bilan (vocoder, groovebox, effects, ambient). Trio ini meracik sebuah fusi elemen-elemen dasar shoegazing, khususnya dreampop, ambient, dan ethereal, dikemas ulang dalam gempita electronic. Bisa disebut juga mereka sebagai salah satu pionir kreasi musik nu-gaze di tanah air.

Band ini juga selalu memadukan visual arts dalam setiap aksi panggungnya. Kabarnya, seorang musisi elektronik dari UK memuji kreasi musik mereka, ” This is unique musical characters of the band and his performances”.

EP Let Me Erase You
Berikut ini, Luthfi Kurniadi memberikan link unduh untuk kumpulan materi EP Elemental Gaze berjudul Let Me Erase You (2008). Selamat menikmati!

Download Link

Kamis, 29 September 2011

Ajie Gergaji - Solo Materials

Laman Myspace itu hanya memiliki teman 47 orang saja. Seperti hampir tak terurus lagi oleh sang pemiliknya, laman tadi menyimpan lima materi lagu pribadi dari personil Themilo, Ajie Gergaji. Nyaris tak terendus dan terusik oleh atensi para shoegazer selama ini.

Setahun lalu, seperti terakhir kali begitu rajin mengutak-atik laman pribadi di Myspace. Media sosial yang sempat populer ini pun bertekuk lutut dengan Facebook. Namun saya jadi teringat ada sebuah laman milik Ajie Gergaji yang berisikan lima materi pribadinya, di luar Themilo. Laman ini sendiri sudah ada sejak 2009, yang berarti sudah dua tahun lalu. Materinya pekat dengan dream pop dan ambient, menegaskan betapa Robin Guthrie seperti guru Yoda bagi Ajie selama ini.

Ajie Gergajie

Korolev, sebuah lagu demo pertama di playlist yang syahdu dan kontemplatif. Lagu lainnya seperti Aura dan Frozen Scratch Cerulean, berkolaborasi dengan para musisi elektronik seperti Bottlesmoker dan Gigih Amnesiac Syndrome. Kelima materi di myspace ini tak lain ide-ide liar Ajie yang belum tersalurkan. Namun, rasanya ia sudah harus mulai memikirkan nasib materi-materi tersebut; menjadi sebuah mini album solo atau hanya jejak fragmen idealis di bilik media sosial semata.

Listen his solo materials at di http://www.myspace.com/ajiegergaji

Senin, 26 September 2011

Whistler Post

Salah satu band shoegaze berbahaya dari Jakarta. Ber-DNA alt-shoegazing di era 90's, Whistler Post bersiap menuju album perdana, dan berbagi dua lagu demo gratis untuk diunduh siapapun!  

Sosok Tania dan Hans, cukup dikenal sebagai tandem kolaboratif di Whistler Post. Keduanya turut berkelindan di berbagai band (Tania: Clover/Sugarspin, Hans: Blossom Diary/ERK-additional/Bite/etc.). Bersama Andra (Guitar), Adi (Bass) dan Haris (drum), mereka merekam single pertama mereka “Sebastian Says...” di pertengahan tahun 2008 dan lagu tersebut masuk kompilasi “In The Garage” pada akhir tahun 2008.   

Whistler Post
Whistler Post meramu berbagai kesan khas band-band di era 90's, mulai dari Lush, Velocity Girl, hingga Pale Saints. Vokal Tania yang dilaburi keriuhan dari ketiga gitar, plus tekstur lagu yang matang membuat band shoegaze ini patut diperhatikan keberadaaannya. Kini mereka sedang mempersiapkan debut album perdana berisikan 6 lagu yang akan mereka rilis pada akhir tahun 2011 nanti.

Demo Sebastian Says dan This is for Something Cool
Download Link

------------------- 
Listen the rest of their songs at www.myspace.com/whistlerpost
Contact Person: Andi (0812 98 62 539)

Jumat, 23 September 2011

Perfect Angel

Band ini punya greget tersendiri sebagai band shoegaze Bandung. Potensial menjadi suguhan menarik dari skena shoegazing kota Kembang, Perfect Angel justru menghilang tanpa jejak.

Perfect Angel berdiri sejak tahun 2005, dan turut meramaikan sebuah kompilasi regional Asia, bertajuk Half Dreaming.. yang dirilis oleh Quince Records dari Jepang. Yayan Tamenk (Vocal, Guitar), Arief Norman (Guitar), Teguh Indraputra (Drum), dan Kiky Permana (Bass), merajut musik Perfect Angel yang terinspirasi oleh MBV, Pale Saints, Themilo, Secret Shine dan juga Mew.


Sayangnya, band ini justru tak lagi terdengar kabarnya. Namun Arief Norman, dengan baik hati berbagi sebuah materi Perfect Angel berjudul Cataclysmic, siap diunduh bagi yang sudah kenal maupun yang baru mengetahui dan ingin berkenalan dengan band ini.

Perfect Angel - Cataclysmic

Download Link

listen the rest of their songs at http://www.myspace.com/perfectangel154

Senin, 19 September 2011

Jellybelly - A Gorgeus Day to Remember (EP)

EP kedua dari Jellybelly, dibawah label Maritime Records. Aduy cs. menampilkan progresi shoegaze dengan memadukan keteduhan ambient dan secarik noise dengan jernih dan apik. Berikut review singkat tentang EP ini dari blog Lullabies to Violaine, plus pranala unduh gratisnya.


 A Gorgeus Day to Remember (EP)


Cukup kaget sewaktu mendengar EP mereka kali ini, sangat berbeda dari EP pertama mereka. At least, EP mereka kali ini terasa jauh lebih matang dari segi materi. Kalau di EP pertama mereka memakai pattern gitar yang cenderung lebih terdengar 'noisy' tapi di 'A Gorgeous Day To Remember', mereka lebih cenderung ambient. Kali ini Vian dan teman teman sudah mulai menemukan karakter musikalitas mereka. (Miravalonia - Lullabiestoviolaine.blogspot.com)

Jellybelly on camping

"Jellybelly is more than capable of sending any skeptic into a dream-like state with their impressive take on one of our favourite genres of music" (Milkmilk-lemonade.com)

Hyperborea#2 w/ Themilo, Texas Pandaa, Jellybelly, and L’alphalpha

Sabtu, 17 September, di CCF, Bandung, dua band Bandung, satu band Jakarta, dan satu band Jepang menghibur para penikmat musik shoegazing. Andri Aulia Hakim menjadi saksi hidup kerennya acara tersebut, berikut laporannya dari blog pribadinya.

Hari sabtu kemarin, CCF bersama Fast Forward ngadain acara lagi yang diberi judul Hyperborea#2. Saya sangat excited sekali untuk menyaksikan acara tersebut, ngebelain pulang ke bandung dari jakarta cuman pengen nonton acara tersebut (lebay deh :p) karena line up band-nya juga bagus2 ditambah ada band dari Jepang, Texas Panda.

Skip.. skip..skip.. langsung ke acaranya, as always tiap ada acara seperti ini pasti aja ngaret, acara yg semula di jadwalkan mulai jam 6, ehh malah molor sampe 1,5 jam!! Jadi mulainya jam 7.30, penonton sudah mulai masuk, lumayan banyak para abg, berasa muda lagi deh hahahaha..

Acara dibuka dengan penampilan Ansaphone yang berhasil memukau dengan karakter vokal mendayu-dayu dan distorsi efek gitar yang lumayan cukup menghibur dan sedikit membawa saya ke alam mimpi. Kebetulan kota Bandung sempat diguyur hujan sangat lebat sehingga menjadi perpaduan yang sangat cocok, daydreaming is on my mind.

Setelah Ansaphone, Jelly Belly mendapat giliran naik panggung, melihat Jelly Belly berasa dengerin Slowdive, karena hampir smua lagunya sejenis Slowdive. Paling berkesan dengan band ini, sang vokalisnya lagi hamil 7 bulan, damn.. ga takut pas lagi nyanyi ujug2 ngebrojol tuh bayinya tp asli saya salut banget sama vokalisnya, respect. Band asal Jakarta, L’alphalpha is on stage. Sebulan kebelakang band ini lumayan wara wiri di kuping saya. Lagu2 dari band ini unik dan sangat layak untuk didengarkan (saya cinta mati deh ma keyboardisnya).


Selanjutnya, band yang membuat saya penasaran, Texas Panda. Band asal negeri sakura ini beraliran shoegaze ini cukup menghibur para penonton di CCF, yah walaupun agak mengantuk juga sih dengerin mereka main, untungnya vokalis dan basis menghibur saya, serta cukup interaktif dengan para penonton yg hadir. Tak jarang mereka mengucapkan beberapa kata dari bahasa indonesia maupun bahasa sunda, salut deh buat mereka.

Acara tersebut ditutup dengan penampilan The Milo. Terakhir saya  lihat mereka saat manggung sudah lama banget makanya pas tahu The Milo maen di acara ini saya sangat senang dan bersemangat. Menurut saya album terbaru mereka layak dijadikan album terbaik tahun ini. The Milo bawain sekitar enam atau tujuh lagu dari kedua album mereka. Mereka membawakan tembang favorit saya di album Photograph, Dont Worry For Being Alone, lagu yg selalu berhasil membuat saya terdiam, ngelamun dan galau! Hyperborea#2 pun berakhir sekitar jam 00.30, dan berharap sekali ada acara-acara seperti itu lagi. (Andri Aulia Hakim - Aauulliiaa.tumblr.com) (Edited)

Kamis, 15 September 2011

The Greatbanks - Greatbanks (EP)

The Greatbanks, band shoegaze Bandung merilis sebuah EP berjudul Greatbanks, sebuah suguhan berbeda dari wajah skena shoegazing kota Kembang selama ini.

Mengutip dari sebuah webzine lokal terdepan saat ini, Wastedrockers, bahwa hari ini sering sekali terjadi miskonsepsi antara shoegaze dan post-rock karena sering terjadinya sebuah crossover yang mengakibatkan garis pembatas tersebut sedikit terhapus.

The Greatbanks EP - Greatbanks


The Greatbanks, tiga pemuda asal Bandung ini mengeksplorasi dawai noise-pop berisik nan mengawang dengan mewarisi sound-sound shoegaze orisinil dari Jesus and The Mary Chain, My Bloody Valentine, Pale Saints, sampai Ride. Album mini ini menegaskan sebuah statement tentang bagaimana sound Shoegaze sebenarnya. (Rizkan - Stoneage Records)

Materi EP ini bisa diunduh secara gratis di http://www.stoneagerecords.co.cc/search/label/Releases atau pranala unduh berikut ini,

Minggu, 11 September 2011

Augustine

Bandung bisa disebut rumah bagi para shoegazer Pasundan yang gandrung dengan lanskap musik yang megah dan meruang. Augustine adalah fragmen yang merepresentasikan kegandrungan itu, dengan cara yang mengesankan.

Augustine
Augustine dihuni oleh Cepi (vokal, gitar), Aduy (vokal, gitar), Vian (gitar), dan Oscar (drum). Terinspirasi oleh lanskap musik alternatif di Inggris, pada akhir 80-an dan awal 90-an. Band ini seperti saudara tiri dari band shoegaze Jellybelly, dikarenakan para personil Jellybelly mendominasi line up Augustine. Dosis tinggi reverb dan delay, menjadikan suguhan musik Augustine memikat. Sayang, sebelum sesi rekaman, Cepi keburu pergi berlayar dan hanya menyimpan satu materi berjudul Reminiscent.

Augustine - Reminiscent 

Download Link

Sabtu, 10 September 2011

Line Up of Texas Pandaa Indonesian Tour @ Bandung, West Java

News from Themilo's facebook page!

Band pendukung yang akan mengisi acara Texas Pandaa di kota Kembang,
Themilo, Jellybelly, L'alphalpha, dan Ansaphone

Tanggal 17 September 2011, di CFF.
Pre-sale ticket soon!


Kamis, 08 September 2011

Shoegazer Geek: Ajie Gergaji

Judul artikel berseri ini hanya plesetan dari Guitargeek.com, sebuah situs gitaris populer yang menampilkan ulasan rigs effects atau perangkat efek dari gitaris dunia, mulai dari blues, hairy metal, hingga punk sekalipun. Nah, Shoegazer Geek ingin mengulas penjelajahan musikalitas dari para gitaris band shoegaze di Indonesia, dan gitaris yang berkenan berbagi ilmu secara perdana adalah Ajie Gergaji dari Themilo.

Ajie Gergajie
Sosok vokalis dan gitaris dari band Themilo ini bertanggung jawab pada karakter musik Themilo yang meruang dan berlapis. Mantan personil Cherry Bombshell yang juga penggemar Helmet ini baru saja merilis album kedua Themilo yang tertunda begitu lama, bertajuk Photograph. Dibawah ini, skema routing effects milik Ajie, baik di atas panggung maupun studio;

Fender Jaguar'62 --> Rocktron: Noise Suppressor --> Boss: compressor-sustainer --> Marshall: Shred Master --> Boss: Chorus --> Boss: Digital Delay --> Hughes & Kettner: Replex - Analog Delay with Tube --> Fender Twin Reverb / Vox AC30 / Roland Jazz Chorus Amplification.

 Talking about Noises

Berikut interviu singkat bersama Ajie Gergaji tentang proses kreatif olah sounds, pilihan antara analog dan digital, serta kenangan efek pertamanya saat masih di Cherry Bombshell.

1. Apakah ada perbedaan rig effect ketika di album pertama dan kedua Themilo? Kalo iya, seperti apa?
Ada perbedaan. album pertama blom pake Hughes & Kettner: Replex.

2. Marshall Shred Master, ada alasan tertentu memakainya ketimbang efek distorsi lainnya?
Sebelum efek ini dulu saya pake Boss Metal Zone, Distortion dan distorsi dari KORG AX30G multiple fx. Marshall Shred Master bagi saya memiliki overdrive yang nyaman di telinga, mudah pengaturannya dan yang terpenting adalah berkarakter.

3. Ketika masih di Cherry Bombshell, rig effect-nya seperti apa sih?
Serius mau tau rig fx saat di cherbomb? banyak banget! :p --> KORG AX30G Digital Multiple Effect.

4. Proses kreatif olah sound effect menurut elo seharusnya bagaimana? Apa kita harus berburu efek-efek high-end?
Umumnya membaca dari beberapa referensi bacaan utk mendptkan efek yang diinginkan. Tapi bagi saya tidak demikian pada awalnya. Proses kreatif mungkin berbeda pada setiap orang. Kebetulan saya itu lebih MEMANFAATKAN SESUATU YANG ADA/DIMILIKI untuk mendapatkan sesuatu yg saya inginkan. KORG AX30G adalah efek pertama yang saya siksa setiap hari sampai pada akhirnya saya benar-benar paham. Dan pada akhirnya membandingkan antara sistem efek Digital dan Analog untuk memahami kelebihan dan kekurangannya. Saya beralih ke efek Analog dikarenakan saya nyaman dengan itu semua.

5. Ada kabar Themilo bersiap bikin album baru lagi? Kalau iya, apa ada kejutan terbaru (semoga tidak sampai 7 tahun lg)?
Themilo sedang proses pembuatan album ketiga.kejutan? Simak aja pada waktunya nanti :)

 -----

Check out his music and songs with Themilo at http://themiloband.com/ 
or his solo-materials at http://www.myspace.com/ajiegergaji 

Senin, 05 September 2011

Avenue

Band asal kota Bandung ini menampilkan seminal shoegazing yang belum tuntas. Seperti Kishy, keburu ditinggal salah satu personil yang harus menimba ilmu ke negeri Sakura.

Pilihan Fathan (gitar, kibor) yang juga personil Kishy, untuk pergi ke Jepang menamatkan usia band yang dihuni Sindhu (bas), Rangga (gitar, synth, vokal), Sony (gitar, vokal) dan Roby (drum).

Avenue
Tiga tahun lalu, pada acara Tribute to 90's Shoegaze, Avenue memuaskan penonton sebagai Chapterhouse. Namun corak musik band ini sewarna dengan karakter musik alt-ish Catherine Wheel, dan cenderung  Radiohead-ish, khususnya di sisi vokal. Meski begitu, Avenue tetap sebuah suguhan yang patut dicermati dan dinikmati.

Berikut pranala unduh untuk materi dua lagu Avenue, In Bedlam dan Age of Sins.
Download Link

Rabu, 31 Agustus 2011

Mellonyellow - The Longest Yard (TeenagePorn Remix)

Sebuah kreasi remix single Mellonyellow, berjudul The Longest Yard, dengan sensasi TeenagePorn! Dengarkan remix dari salah satu materi EP Milk Calcium ini.


Diracik ulang dengan polesan sampel distorsi noise guitar yang bagi saya mirip-mirip Brad Laner, gitaris band shoegaze lawas, Medicine. Laner memang terkenal dengan eksperimentasi noise pada gitarnya yang artistik dan banyak mengandalkan looping, terutama ketika dia berkarir solo ria, setelah Medicine tamat. Beberapa bagian verse yang dinyanyikan Bagus, menjadi salah satu mosaik ditengah tabrakan template noise di lagu ini.
 

 "berusaha mengemas ulang dengan memakai elemen noise, cukup bikin hati saya tersentuh. Jujur, dari hati yang terdalam, ehmm, nggak begitu dalam sih, tetapi lumayan dalam. Enjoy keberisikannya!" (Marr - Howdoesitfeeltofeel1979.blogspot.com)

Download Link