Jumat, 21 September 2012

A.R. Kane: Ketika Duo Afro Merintis Shoegaze Tanpa Niat

Gara-gara bualan memiliki sebuah band, Rudy Tambala mendapati dirinya terseret pada sebuah perjalanan musikalitas yang begitu unik di era 1980-an.


"People expected us to play Reggae. They got a wall of feedback" - Rudy Tambala


Teman saya, eks slacker negeri kiwi yang bernama Zounds72, menge-tag saya pada sebuah artikel dari Guardian, berjudul A.R. Kane: How to Invent Shoegaze Without Trying. Judul yang bikin saya tergelak sendiri karena begitu lucunya, tentang kisah band A.R. Kane, saya rasa (dan berharap) banyak yang sudah kenal dengan band lawas satu ini dari Inggris, salah satu band generasi pertama yang meretas musik shoegaze. Dan artikel ini sungguh menarik dan historikal, bagaimana dua anak muda Afro di Inggris yang 'terjebak' untuk bermain musik dan menjadi inspirasi bagi banyak band shoegaze dan alternatif di kemudian hari. So, saya ingin sekali menyarikan isi artikel tersebut untuk kita semua :)

A.R. Kane

Kisah band ini dimulai dari celetukan ngasal, Rudy Tambala kepada temannya di sebuah pesta. Ia bilang kalau punya sebuah band, padahal tidak ada sama sekali. Bahkan Rudy berpikir bahwa band ini sebenarnya tidak akan pernah ada. Sampai akhirnya, dirinya dan teman sejak SD, Alex Ayuli menemukan sebuah band bernama Cocteau Twins di televisi rumahnya lewat program musik Channel 4, dan segalanya kelak akan berubah. Dua anak afro berambut dreadlock ini terbius..

Pastinya mereka terpukau oleh musik Cocteau Twins, yang tanpa drummer, memaksimalkan tapes dan teknologi sounds saat itu, serta sosok Liz Frazer yang seperti mahkluk dari dunia lain, bersuara malaikat dan bermata besar. Dan suara gitar Robin Guthrie membungkus 'keanehan' tersebut dengan begitu indah dan megah. "That was the Fuck! We could do that," kenang Rudy ketika itu.



Beberapa hari setelah menonton Cocteau Twins, Rudy dan Ayulli bertemu dengan seorang teman perempuan Ayuli di sebuah pesta. Bualan itu pun keluar ketika si teman menanyakan apa kegiatan mereka, dan dijawab Rudy, "Kami ngeband loh". Nama A.R. Kane pun tercetus pada saat itu juga dengan menukil film Citizen Kane dan the Mark of Twain. Ditanya lagi, musiknya seperti apa, Rudy celetuk dengan menjawab nama-nama seperti The Velvet Underground, Cocteau Twins, Miles Davis, dan sedikit Joni Mitchell.

Rudy mengaku sepertinya dirinya saat itu memang sedang lagi mabuk. Tetapi seminggu kemudian mereka ditelepon oleh pihak label One Little Indian. Bualan itu berujung permintaan sebuah demo dan ajakan masuk roster label. Tentu saja, ketika itu tak ada band apalagi satu lagu, bahkan anggotanya sekalipun!

Berbekal ide kasar, Rudy dan Ayuli merekam lagu dengan dua tape kaset, lalu mereka merekam tiap track secara bergantian...serba lo-fi nan irit, dan sebuah materi demo tercipta! Derek Birkett, pendiri One Little Indian dan eks punker di band anarki punk, Flux of Pink Indians, ternyata kesengsem dengan demo mereka, dan pengen ngelihat live dari band yang sesungguhnya belum ada, baru lagu-lagu saja.

Lived in the end of 80's
Ruddy dan Ayuli pun panik! Mereka segera merekrut adik Rudy, Maggie sebagai beking vokal, seorang teman di drum, dan satu teman di bass yang hanya bisa memainkan satu not saja. Di hari ditentukan band serba dadakan ini mengundang sang bos label dan teman-temannya yang begitu menyeramkan karena punker anarki semua. Hanya modal nekat dan latihan selama dua minggu, band bernama A.R. Kane ini diterima masuk label dan siap rekaman.

Menjelang tanda tangan kontrak, Derek mengundang mereka untuk mampir ke kediamannya di London Selatan. Betul-betul kediaman dengan taman yang dihuni oleh teman-teman punk Derek. Mereka diajak ke kamarnya, dan Derek berucap, "gue sekarang punya dua band dan salah satu dari kalian akan menjadi sangat terkenal". Ditangannya ada sebuah foto anak kecil memegang kodok. "Saat itulah pertama kali saya melihat Bjork," kenangnya.

Akhirnya mereka berhasil merilis sebuah EP berjudul When You're Sad, dengan rangkaian promo manggung yang membuat para penonton kebingungan sendiri. "Mereka melihat kami gimbal dan berpikir musik reggae. Namun yang mereka dapatkan hempasan feedback, lalu berpikir pasti kesalahan teknis dan beranjak pergi. Padahal itu adalah musik kami," ujar Rudy yang kini menjadi analis musik digital.

Petualangan musik A.R. Kane pun turut mampir ke pintu label 4AD. Mereka mengirimkan demo berjudul Lolita dan diterima 4AD. Namun lagi-lagi mereka hadir di sebuah label aneh. Jika di label One Little Indians, mereka bertemu dengan bos label eks punker anarki dan gerombolannya yang selalu nongkrong di taman belakang rumah si Derek, di 4AD, mereka berkenalan dengan Vaughan Oliver, bos artistik label, yang setiap minggu selalu menggunduli seluruh karyawan label, bahkan perempuan, dan mengharuskan berbusana hitam. "What the fuck is going on?! They looked Zen, but they were'nt" kata Rudy.

Di label ini, mereka merilis sebuah album mini yang legendaris dan terbaik di awal era acid house music, Pump Up the Volume. A.R. Kane memadukan noise dan feedback, serta dreamy sound dengan beat-beat dari music house yang menghentak. Mungkin mereka adalah pelopornya dan pastinya menginspirasi band-band semacam Curve atau My Bloody Valentine di lagu Soon.

Album bertajuk MARRS ini sukses besar. Menembus penjualan satu juta kopi, dan membuat 4AD terguncang dan kelimpungan karena tak terbiasa menerima pesanan sebanyak itu. Rudy mengisahkan betapa kesuksesan mereka menghancurkan begitu banyak ilusi tentang label 4AD itu sendiri. Namun Rudy melihat album mereka yang berjudul 69 sebagai sebuah album penting bagi dirinya. Di album ini mereka bereksplorasi begitu liar dan bualan itu ternyata menjadi 'sesuatu' yang tak terbayangkan. Dirilis tahun 1988, dimana MBV pun masih wangi nuansa jangly. "Namun dirilisan berikutnya MBV menjadi begitu lebih keren dari kami dan itu menarik," ujar Rudy.

Dua album menyusul dan A.R. Kane pun bubar. Tetapi Rudy begitu bahagia dengan apa yang telah mereka berdua lakoni di masa silam. Tanpa niat, tanpa ambisi. Dan mereka justru meretas sebuah gaya musik yang dinamai oleh para jurnalis musik, yaitu shoegaze. "For a while, Alex and me had that. We were really good. Just listen to those tracks. We piled so many ideas into every fucking songs!" tutupnya. So pasti! (Marr - disarikan dari artikel Guardian)


Kamis, 12 Juli 2012

Millionmars - People and Trees (New Single)

Band dreampop asal Jakarta merilis sebuah single baru. Dreamy, teduh, rileks, manis, dan bebas diunduh!



Orang-orang dan pepohonan. Kira-kira demikian arti harfiah dari single terbaru Millionmars yang bertajuk People and Tree. Bebas diunduh oleh siapapun di laman reverbnation mereka. Kali ini, materi terbaru mereka lebih instrumental dan potensial menjadi trek favorit di playlist. Dreamy, dengan tekstur musik yang lebih asyik dan apik. So, silahkan diunduh masbro!

www.reverbnation.com/millionmars

Senin, 02 Juli 2012

Kevin Shields (My Bloody Valentine) - Interviewing the Loveless



Berikut ini wawancara Kevin Shields di tahun 2000-an di sebuah program musik Irlandia, LastTV. Yah, seputar kisah dibalik lahirnya MBV, soal isu bangkrutnya Creation Records, dan idealisme musik Kevin. Menarik untuk disimak :)

Selasa, 26 Juni 2012

Kolaboratif Ajie Gergaji

Bermanuver solo, Ajie beraksi kembali sambil berkolaborasi. Kali ini Perfect Angel dan Ferry Nurhayat kedapatan giliran bercengkerama dengan ide-ide musik si frontman The Milo ini.

Ajie Gergaji kala remaja (tebak yang mana?!)

Jika anda pernah mampir ke page Ajie di Myspace, ataupun sering ngintip laman gubahan musiknya di soundcloud, tentu akan maklum kalau orang ini kolaboratif. Setelah Bottlesmoker dan Trah Project, kini Perfect Angel di lagu Ruang Hampa, dan kang Ferry Nurhayat di Tanah Sunda. Tanah Sunda menarik perhatian, karena kentara atmosfir nada etnik khas Sunda berbalut elektronik digital.

Saya kurang tahu siapa Ferry ini, dan perannya, apakah sebagai pengolah nuansa digital pada musik lagu tersebut atau apa. Satu lagi,  Ajie juga baru saja menempel lagu Korolev di laman Soundcloud-nya yang seingat saya ada di Myspace-nya. Pokoknya, kreasi pengusaha makanan Ayam Kuning Ciwaregu (haha) ini patutlah untuk disimak.

Ajie Gergaji feat. Ferry Nurhayat - Tanah Sunda
Ajie Gergaji feat. Perfect Angel - Ruang Hampa

----------------
http://myspace.com/ajiegergaji
http://soundcloud.com/ajiegergaji

Senin, 25 Juni 2012

Astrolab @RadioShow_tvOne




Band shoegazing/dreampop, Astrolab hadir di Radioshow, 10 Juni 2012, membawakan lagu-lagu dari album EP terbaru dan juga album perdana mereka. Direkam dan diposting oleh omdjoko. Selamat menikmati live videonya! :)

Sabtu, 26 Mei 2012

DJ BCKWRDS

Butuh satu DJ dan dua pak kardus vinyl untuk meracuni lobi Demajors. Si pelaku beranonim BCKWRDS, dan berhasil memutar kembali arah waktu dengan nostalgia trek-trek lawas di era 90's shoegaze. Ekstasi dan hacep!

DJ BCKWRD
Semalam, di lobi Demajors, berlangsung acara DJ set dari beberapa kolektor vinyl bertajuk 'Sampai Ketemu Lagi! Baba". Saya bersama dua teman sengaja mampir ke acara itu, sambil bertemu dengan beberapa teman lama, dan juga simpati kepada si Baba, orang Jepang yang akan mudik dengan lengan patah akibat dibacok oleh geng motor di Sevel, di Jakarta Pusat.


Syukurlah si Baba yang juga DJ ini baik-baik saja. Acara DJ set untuk Baba pun tetap asyik meski hanya segelintiran saja yang datang, dan umumnya para kolektor dan teman sejawat. Beberapa DJ sudah memulai aksi dengan plat-plat pilihan. Namun seorang DJ memutar trek lagu (lupa nama lagunya) yang tak asing di telinga kami, Spirea-X,  sebuah band shoegaze 90'an yang hanya muncul numpang lewat saat itu, sebuah proyekan singkat dari eks Primal Scream.

Trek-trek berikutnya pun berlanjut dengan, yah, lagu lawas dari skena shoegaze di 90an. Dan kami pun merapat mendekati booth DJ, dan menyadari bahwa si pelaku tak lain teman kami, si gitaris band anti keahlian formal, berinisial A.Y., dengan nama samaran BCKWRDS. Si DJ memutar lagu-lagu gaib mulai dari Breather (Chapterhouse), Deep Seat (Swervedriver), Sweetness and Light (Lush), Feed Me With Your Kisses (MBV), Taste dan Vapour Trail (Ride), sampai Lazarus (Boo Radleys).

TUNED by BCKWRD

Too bad, kami tak sempat merekam penampilan si DJ, tetapi playlist yang diputernya bikin saya puas hati dan berpikir sebuah ide liar tentang sebuah acara DJ set yang khas :) If you know what i mean hehe.. Suatu saat nanti, doakan!

Sabtu, 19 Mei 2012

My Bloody Valentine - Reissuing Their Magical Noises! With a Saga..

Akhirnya, setelah 21 tahun sejak Loveless menjadi enigma tak ada akhir, My Bloody Valentine melakukan sesuatu yang telah dinantikan banyak orang. Bukan album baru, tetapi tiga album reissue dengan kawalan ketat Kevin Shields pada proses re-mastering. Sebuah proses produksi yang dramatis dan penuh intrik.

Loveless, Isn't Anything, dan B-sides compilation.

Ketika saya melihat postingan dari forum saudara kita di negeri seberang (Shoegaze Malaysia) tentang rilis ulang album-album MBV, benak saya berpikir apakah ini bisa menjadi pertanda sebuah album baru akan hadir. Anggap saja, ketiga album rilis ulang dengan remastering langsung dari Kevin Shields, sebagai sajian pembuka yang wajib disantap, sebelum the main course, sebuah album baru dari band yang turut berjasa meretas lanskap dan kontur dari musik alternatif.

Kita semua menanti kejutan terbaru dari mereka. Meski puluhan band lahir setelah Loveless, mulai dari yang bisa meng-kopi paste aura musik mereka seperti MBV kedua (Fleeting Joys? hehe), ataupun cerdas menerjemahkannya dengan gaya mereka sendiri (pilihan saya, Serena Maneesh hehe), MBV akan tetap menjadi pembeda dan landmark dari seni musik noise pop/shoegazing. Kenapa? faktor Kevin Shields, adalah segalanya. Ia sangat perfeksionis, dan telah jadi rahasia umum, musisi yang sulit dipahami oleh para partner kerjanya di studio, termasuk labelnya sendiri ketika itu.

Tetapi semua sudah tahu tentang kisah-kisah dan mitologi dari band ini :) Namun sebuah artikel di Pitchfork bisa mengaggetkan kita semua. Teman saya memberi tahu ihwal artikel ini, bagaimana proses bertahun-tahun dari remastering album-album MBV terkendala dari segala sudut. Mulai dari 'dikerjain' label Sony dan Warner, rencana pelibatan Scotland Yard (polrinya Inggris), sampai njelimetnya Kevin Shields untuk mengeluarkan mosaik sound dari Loveless yang belum tertampilkan secara optimal di rilisan awal era 90an.

Well, berikut terkopi-pastekan interview dari Pitchfork, teman-teman tentu memahaminya dalam bahasa Inggris yah hehehe..

"We've had incredibly huge obstacles in our way-- no tapes, 
no royalties, no cooperation on any level-- and we sort it out. (Kevin Shields)







My Bloody Valentine

Selasa, 24 April 2012

Astrolab - Poor Trendy Boys

Astrolab memberikan suguhan segar melalui EP terbaru, Poor Trendy Boys. Kesegaran baru yang lezat dan bergizi untuk dinikmati oleh siapapun.


Pada acara Record Stores Day di Aksara, Kemang, saya sempat chit-chat dengan Vian, personil Jellybelly yang saat ini telah menjadi personil dari Astrolab tentang band barunya itu. Vian bilang kalau EP terbaru Astrolab ini akan lebih berbeda dari rilisan album sebelumnya, The Blue Thread Saga. Semakin gelisah ketika si vokalis, Badra menegaskan, lagu baru mereka seperti gubahan komposisi sang maestro dawai gitar, John Satriani. What?!

Thank God, itu hanya lelucon. Empat lagu baru dari EP mereka bawakan. Dan betul, Astrolab mulai menjelajah lebih liar. Jika sebelumnya, fragmentasi sound kental dari band-band dreampop seperti Blueboy ataupun Ocean Blue, kini musik mereka lebih dinamis dan kaya akan sonic sounds dari dreampop dan shoegaze. Serunya, ada satu lagu berjudul Let's Taking It, begitu enerjik dan kentara adiktif ekstasi Madchester.

Hal terpenting, buruan beli EP terbaru dari Astrolab ini yang hanya dirilis terbatas. 

Minggu, 25 Maret 2012

My Violaine Morning - The Next Episode of This World


My Violaine Morning meluncurkan album penuh perdana yang dirilis sebuah label di negeri Sakura. Suguhan segar dan memikat dari band asal Bandung ini. 


Melalang buana, dari Jepang hingga Amerika Selatan. Petualangan musik My Violaine Morning akhirnya bisa lintas kontinen secara fisik setelah album perdana bertajuk The Next Episode of This World, dirilis secara internasional oleh sebuah label indie Jepang, Happy Prince. Dan hanya 100 kopi saja di Indonesia, dari total 600-an kopi yang dirilis label tersebut.

Rilisan MVM di tahun 2012 ini, memang menjanjikan dan patut disimak. Sejak single gratis, Light Inside, album perdana mereka bikin penasaran. Berbasis eksperimentalis a la postrocking di EP-EP awal, empat sekawan yang terdiri dari Roni, Ricky, Risky, dan Baruna, meracik 9 trek yang variatif. Light Inside dan Find a Away, misalnya, suguhan sensasi dream pop yang catchy, hingga 99 Miles yang berasa bliss pop. Beberapa materi intrumental menjadi parade limpahan sonik dari para personil MVM. Hasilnya, tak membosankan.

Album ini siap memuaskan para pecandu hamparan nada-nada meruang, yang telah dirintis oleh TheMilo. Tetapi MVM punya cara mereka sendiri, dan album ini menyenangkan untuk dinikmati siapapun. Marr - howdoesitfeeltofeel1979.blogspot.com

Order CD: http://www.facebook.com/myviolainemorning

Minggu, 04 Maret 2012

Feeling The Pains of Being Pure At Heart at Jakarta

Didukung dua band pembuka, Polyester Embassy dan White Shoes and The Couple Company, band asal kota New York, The Pains of Being Pure at Heart memukau beberapa ratus pasang mata di Balai Sarbini.

The Pains at Balai Sarbini
Duh, begitu sepinya malam Sabtu, bertanggal 2 Maret itu. Setelah bersalin dari kantor dan siap berangkat menuju Balai Sarbini, tempat dimana Kip Berman cs., sama sekali tak kebayang kalau acara yang diusung CHMBRS ini hanya dipenuhi oleh sekitar 400an orang saja, dari kapasitas ruangan yang bisa menampung 2000an.  Padahal band ini bisa dibilang termasuk menjadi band populer didengar oleh scenester di tanah air.

Jam 7 saya dan teman, Tommy the Drowner, sampai di pintu masuk tempat acara, dan tak ditemui ada keramaian atau sesaknya penonton. Pada saat pintu masuk dibuka pun, pada jam 8-an, tak ada tuh antrian memanjang layaknya sebuah konser musik. Bahkan ketika masuk ke ruang konser, begitu melompong, bahkan saya sampai bisa tiduran saking sepinya.

Dugaan sementara, mungkin karena heboh konser Morrissey di Indonesia yang sudah berkicau sejak minggu kedua Februari, lalu acara Java Jazz (entah yah) bertepatan pada tanggal tersebut, sepertinya telah membunuh momentum konser The Pains of Being Pure at Heart. Mungkin banyak yang memilih tak datang agar bisa membeli tiket Morrissey yang semakin sulit dicari itu. Wallahualam.

Semakin dinginnya ruang konser, dan sepinya penonton tak membunuh niat kami, toh tiket sudah terbeli dan band yang rilisannya via Slumberland ini patut disaksikan. Kapan lagi bisa melihat Kip dengan suara teduhnya, dan Peggy Wang yang cute hehehe...

Polyester Embassy menjadi band pembuka pertama. Band postrock asal Bandung memulai dengan keriuhan efek-efek mereka, dan cabikan bassline yang rough. Sayangnya, kedua ampli dari masing-masing gitaris tampak berebutan siapa yang paling keras dan meraungi ruang konser, bising. Mungkin tak sempat check sound?

White Shoes and the Couple Company tampil selepas Polyester Embassy. What else can i say anymore, they're the best indie band in Indonesia, fuckin class! Sari cs. begitu memikat dan rapih, dan juga piawai dalam merajut keintiman dengan penonton melalui lagu, dan juga Sari sendiri. Bahkan Kip pun mengidolai band ini, dan mengapresiasi band yang lahir dari kampus IKJ saat tampil di atas panggung. Class, and international!

Kip Berman dengan Telecaster-nya
Setelah itu, hadirlah Kip dan gengnya. Dan sekitar 400an orang bergembira dan menikmati lagu-lagu dari kedua album dan B-sides, meski harus merapatkan jaket saking dinginnya Balai Sarbini. Saya lupa lagu-lagu apa saja, tetapi semua lagu mulai dari Contender, Come Saturday, sampai Say No To Love, ditampilkan dengan mengesankan, dan membuat saya terus joget dan lupa umur. Soundsnya tertata rapi dan Kip cs tak terpengaruh dengan jumlah penonton yang tak begitu banyak.

Overall, terlepas dari sepinya penonton, Big Thanks buat CHMBRS dan Revisions untuk menghadirkan band berkelas ini. Two thumbs up!

Thanks for Joan Lumanauw for gave the permissions of concert photos
Thanks for Kip, bisa foto bareng dengan kami :))