Tampilkan postingan dengan label DJ BCKWRD. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DJ BCKWRD. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Agustus 2014

Slowdived with Alvin Yunata

Alvin Yunata menonton Slowdive di Singapura, Lebaran lalu. Membuat iri teman-temannya dengan kehadirannya disana dan foto bersama. Berikut ini adalah wawancara khusus bersama bapak satu anak ini soal nonton Slowdive, semoga bermanfaat dan menginspirasi.

1. Ceritain perkenalan lo dgn musik slowdive dan kesan personal dgn lagu2 mereka?
Kecintaan gue akan musik macam ini adalah ketika kakak kelas gw semasa SMA yang bernama Ajie Gergaji memperkenalkan gw dengan band bernama My Bloody Valentine. Saat itu Ajie memiliki band bernama Live at Pawn yang saat itu membawakan lagu bernuansa hardcore seperti Helmet. Saat bertandang ke rumahnya Ajie (saat itu dia kelas 3) memperdengarkan sebuah kaset bertitel "Loveless" saat itu saya yang masih duduk di kelas 2 SMA tak pernah mendengarkan musik macam itu sebelumnya. Saya pikir ada masalah dengan kasetnya, apakah ini kasetnya rusak? Apakah pitanya sudah aus? Setelah saya mengetok ngetok si rumah kaset ternyata hasilnya tetap sama dan oh memang begini lagunya. Pendek cerita setelah itu pandangan saya akan musik mulai berbeda dan akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan atribut punk, hardcore, metal dll untuk menyelam lebih dalam. Hingga suatu masa saya bertemu dengan Slowdive. Album Souvlaki adalah album pertama yang saya dengar, semasa SMA saya suka sekali dengan keadaan galau, selalu patah hati, tak bisa menjamah cewek2 favorit di sekolah, hingga menjadikan Morrissey sebagai nabi kekelaman saat itu. Dan saat itu Slowdive lah yang menjadi teman di temaram pojokan kamar. Souvlaki benar-benar menjadi jembatan saat itu, "Alison", "Machine Gun", "Here She Comes", "40 Days" hingga "Dagger" menjadi track-track favorit, sampai-sampai seorang kakak sepupu melaporkan hal tersebut pada orang tua saya karena lagu-lagu tersebut disinyalir terlalu kelam dan takut terjadi hal-hal buruk pada saya saat itu.  

2. Koleksi vinyl slowdive yg lo punya? Ada kisah tersendiri?
Koleksi Vinyl Slowdive hanya beberapa saja Just For A Day, Souvlaki, Morningrise EP dan satu kompilasi Blue Day. Untuk mendapatkan first pressing sangat sulit Souvlaki dan Pygmalion harga sudah selangit maka untuk Souvlaki saya hanya membeli yang reissue. Syukur untuk Just For A Day saya bisa mendapatkan vinyl first pressing nya.  


3. Gimana lo bisa dapat tiket slowdive di singapura?
Tuhan memihak pada saya, timbul keraguan ketika tersiar kabar bahwa Slowdive akan mengunjungi Singapore di "peak season", tiket pesawat serba mahal. Keraguan terus menyelimuti saya saat itu namun sebuah pertanda kemudian muncul satu persatu, salah satu yang krusial mendapatkan kabar dari seorang teman seorang manager kondang ternama Satria Ramadhan akan menjual tiket early bird yang ia dapatkan karena dirinya akan memilih untuk pergi ke Fuji Rock Festival. 

4. Persiapan lo utk naik haji slowdive di sana?
Saya kira persiapan saya telah terencana dengan matang, mendapatkan tiket pesawat dari Bandung yang harganya jauh lebih murah dan kebetulan saya akan berlebaran disana juga. Memilih 1 vinyl untuk tandatangan (Just For A Day) karena kalau membawa semua terlalu repot. Satu hari sebelum berangkat saya sudah sampai di Bandung setelah lelah menyetir dari Jakarta dan hari mulai gelap hingga suatu saat saya tersadar kalau passport saya tertinggal di Jakarta! Fuck! Tinggal beberapa jam lagi dan saya harus bertemu dengan rintangan ini. Kembali ke Jakarta pada pukul 12 malam lalu kembali ke Bandung pada pukul 4 subuh dan langsung menuju bandara Husein Sastranegara! 

5. Ceritain detil yg terjadi saat slowdive naik panggung, lagu pertama apa dan yg lo rasain, dan apa ada encore?
Sekitar 2 jam sebelum open gate saya dan dua teman memilih untuk menikmati segelas kopi di area belakang venue karena disana terdapat banyak pilihan restoran. Tiba-tiba mata terpaku pada sesosok mahluk bule keluar dari pintu sebuah mall perasaan tak menentu hingga terbelalak melihat sosok Rachel Goswell diikuti Neil Halstead berjalan dibelakangnya. Lidah ini kelu hanya mampu mengikuti mereka tanpa bisa berkata apa-apa hingga sosok semua personil band masuk ke back stage area. Saat itu kami sangat menyesal karena telah membuang momen secara percuma.
Abis itu kita segera meluncur ke antrian dengan niatan biar bisa nonton di depan, akhirnya setelah mengantri kita masuk dari gerbang semua tampak sederhana gak ada umbul-umbul, gak ada poster gede hanya ada antrian aja. Sesampainya di dalem kita langsung disuguhi lagu-lagu dari Teenage Fanclub, Primal Scream, hingga The Sundays sederetan tracklist 90s.  
Standard ketika pada naek panggung semua mulai berteriak dan bertepuk tangan, awalnya seperti set panggung yang sederhana tapi ketika Slowdive mulai naik panggung ternyata beberapa set lighting bermain cukup membius mereka membuka shownya lewat lagu "Slowdive" diambil dari EP pertama mereka dengan judul yang sama. Dan sekejap, BANG! obat bius mulai beraksi, bulu kuduk merinding, Slowdive berhasil melumpuhkan semua indera saya di awal show-nya. Ini terlalu gila bantuan  permainan lighting seakan membantu Neil dan Rachel cs untuk memaksa semua penonton terhenyak entah ada setan dreampop atau shoegaze mulai bergentayangan. 
Sintingnya mereka membuat repertoir yang sempurna begitu mengalun adil antara track-track dari ketiga album mereka. "Avalyn", "Catch A Breeze" hingga "Crazy For You" membuat saya terbuai. Air mata seperti tak tertahankan hingga akhirnya bendungan itu pun jebol, air mata deras terkucur tepat ketika mereka membuka lagu "Machine Gun". Mereka terus menghajar saya  tanpa henti tanpa banyak basa basi sesekali Neil dan Rachel mengganti gitar mereka masing-masing. Ketika suara Neil muncul sendiri penambahan echo adalah keputusan yang tepat dan ternyata bagian ledakan yang distorsif pun selama ini memang muncul dari raungan gitar Neil. Tidak sedetik pun Slowdive membiarkan saya bernafas track "40 Days" disambung menuju "Morningrise" dan "She Calls" membuat saya menyerah, Slowdive benar-benar menyiksa bathin saya dengan indahnya. Lagu terakhir sebelum encore jatuh pada "Golden Hair" mereka membawakannya dengan sempurna, rasanya saya harus meringis miris bertubi-tubi.
Tetapi sungguh ide brilian ketika Neil deal it with himself to performed "Dagger", bayangkan suara echo dari Neil mendendangkan tipikal lagu seperti ini. Sepertinya nuansa magis ini yang akan tersirat apabila kita melihat perform Neil solo ataupun bersama moniker Mojave 3. Lagu terakhir tentunya the one and only, "Alison" semua ikut menyanyi seperti koor panjang dan diakhiri dengan raungan gulungan fuzz penanda akhir show. Kesimpulannya? Fantastis!!!

6. Apa lo bener2 jadi gegoleran di lantai sambil menatap langit2 plus mata menerawang kosong pas lagu Allison? Kami menagih janji tersebut.
 Ngga sorry banget gw tau lo pada kecewa tapi masalahnya gw berdiri di depan dan ga ada space sama sekali untuk "gogoleran", sekali lagi saya minta maaf.

with Neil Halstead
7. Kan ada after party slowdive, ceritain dong sedikit kayak apa suasananya?
Inget cerita saya ketika sebelum masuk ke gate? Disitu kita menyesal dan merasa kebodohan tingkat akut, satu-satunya harapan adalah datang ke after party. Kalo kalian jeli tertera pada undangan after party WITH Slowdive. Disematkan kata "WITH" disana, ya awalnya saya pun ragu namun ini sepertinya patut dicoba lagian malam masih panjang dan kebetulan didalam rombongan kami berlima ada the birthday boy si Arian13 iya dia memang metalhead sejati tapi dia sejak dahulu memang sangat suka dengan musik shoegaze, jangan salah.
Kami memutuskan untuk pergi ke bar tersebut, ah saya lupa namanya dan malas mencari tahu lagi. Pendek cerita kami sampai ditujuan dan tahukan anda apa yang kami lihat ketika baru saja membuka pintu taxi? Neil fucking Halstead was straight standing in front of the bar with a can of beer. Mengenakan kaos The Stooges warna putih dan topi trucker yang sama ketika dipanggung. Dia seperti orang biasa dengan rokok dimulutnya berbaur dengan semua orang yang sibuk dengan spidol dan kamera. Keringat dingin bercucuran dengan paniknya saya merogoh tas untuk mengeluarkan spidol beserta sleeve vinyl Just For A Day, tidak lupa menyiapkan setting kamera di smartphone.
Ya hanya ada Neil disitu tak nampak personil lainnya sambil gugup saya berusaha setenang mungkin tapi sepertinya saya gagal. Seingat saya, saya hanya bisa chit chat sedikit basa basi katro,
Saya: "Hai Neil boleh saya minta tandatangan dan foto bersama?" 
Neil: "Yeah Sure!"
Saya: "It's been so long almost 20 years waiting for you guys."
Neil: "Wow, nice to heard that."
Saya: "Hei I love you when you built Mojave 3 too, how's a going?"
Neil: "Maybe I'll do some solo project first."
That's it abis itu lidah kembali kelu dan giliran antrian berikutnya.
Tanpa pikir panjang kami segera ke dalam dan benar saja sisa personil ada di pojokan DJ booth namun suasana sedikit berbeda. Antrian tersusun rapih dua orang panitia security berjaga jaga di samping Rachel Goswell yang lagi sibuk melayani para fansnya yang meminta tandatangan dan foto bersama. Persis giliran rombongan kami tiba-tiba security memasang line dan berkata, "Ok enough she needs rest!". What the fuck?!! Kami hanya bisa melongo pasrah dengan memasang tampang "pengemis kelaparan" trik agar panitia atau bahkan para personil mau menerima kami. Beberapa menit kemudian hasilnya, nihil!
Dalam benak saya saat itu adalah mencaci maki sisa personil Slowdive yang sok Inggris keningratan jauh dibandingkan Neil Halstead yang sudah hijrah ke Amerika membuat project Mojave3 yang membuat dia jauh lebih bohemian dan membumi.
Tak lama kemudian mukjizat Tuhan datang kembali pada saya tiba-tiba seorang panitia menghampiri saya dan bertanya apakah itu sleeve vinyl, dan saya jawab ya. Ok kalau begitu kemari saya bantu tapi hanya sleeve vinyl saja karena sekalian dibarengin dengan sleeve vinyl dari sang DJ. Mata saya membelalak seakan tak percaya karena dari rombongan yang tersisa hanya saya seorang yang membawa sleeve vinyl, seraya sang panitia mengambil sleeve vinyl saya dan bertanya mana saja personilnya (helloooooo..... Situ panitia 17an?). Signed! Mission Accomplished!
8. Pasti banyak wajah WNI yah?
Ya banyak tapi ngga sebanyak biasanya mungkin emang momennya kurang pas bagi orang-orang Indonesia karena banyak yang lagi lebaranan. 

9. Pendapat lo dgn makin banyak band shoegaze yg mulai reuni dan mencari nafkah dgn rangkaian tur
Oiya gak apa-apa justru bagus karena saatnya sekarang saya bisa menikmati karena dulu mau nonton aja susah banget deh kayaknya.  
10. Band shoegaze lawas yg lo harap maen di Indonesia? 
Lush dan Boo Radleys (walaupun di era akhir 90an mereka udah gak shoegaze lagi), Medicine, Catherine Wheels, Swervedriver, My Bloody Valentine, Drop Nineteens ah sama lah paling ama lo Pet.... 

11. Lo setuju gak kalo Slowdive dan band2 shoegaze lawas bikin album baru? Apa alasannya?
Ngga, gak perlu soalnya bakal jadi bumerang untungnya formula My Bloody Valentine berhasil. Tapi gw sih gak berharap mereka bikin album baru lah takutnya jadi bumerang merusak esensi kemurnian yang sudah terukir kalo sampai salah langkah. Jadi sebaiknya gak perlu ada album baru cukup tur reuni aja. 



12. Akhir kata, plat Slowdive berttd itu apa bisa dilepas untuk saya? Pakai fasilitas kredit 6 bulan yah.
Kalo lo menyimak cerita gw diatas lo tega bener deh Pet, FUCK YOU PET! HAHAHAHAHA....

follow this dude @spitndroll

Sabtu, 26 Mei 2012

DJ BCKWRDS

Butuh satu DJ dan dua pak kardus vinyl untuk meracuni lobi Demajors. Si pelaku beranonim BCKWRDS, dan berhasil memutar kembali arah waktu dengan nostalgia trek-trek lawas di era 90's shoegaze. Ekstasi dan hacep!

DJ BCKWRD
Semalam, di lobi Demajors, berlangsung acara DJ set dari beberapa kolektor vinyl bertajuk 'Sampai Ketemu Lagi! Baba". Saya bersama dua teman sengaja mampir ke acara itu, sambil bertemu dengan beberapa teman lama, dan juga simpati kepada si Baba, orang Jepang yang akan mudik dengan lengan patah akibat dibacok oleh geng motor di Sevel, di Jakarta Pusat.


Syukurlah si Baba yang juga DJ ini baik-baik saja. Acara DJ set untuk Baba pun tetap asyik meski hanya segelintiran saja yang datang, dan umumnya para kolektor dan teman sejawat. Beberapa DJ sudah memulai aksi dengan plat-plat pilihan. Namun seorang DJ memutar trek lagu (lupa nama lagunya) yang tak asing di telinga kami, Spirea-X,  sebuah band shoegaze 90'an yang hanya muncul numpang lewat saat itu, sebuah proyekan singkat dari eks Primal Scream.

Trek-trek berikutnya pun berlanjut dengan, yah, lagu lawas dari skena shoegaze di 90an. Dan kami pun merapat mendekati booth DJ, dan menyadari bahwa si pelaku tak lain teman kami, si gitaris band anti keahlian formal, berinisial A.Y., dengan nama samaran BCKWRDS. Si DJ memutar lagu-lagu gaib mulai dari Breather (Chapterhouse), Deep Seat (Swervedriver), Sweetness and Light (Lush), Feed Me With Your Kisses (MBV), Taste dan Vapour Trail (Ride), sampai Lazarus (Boo Radleys).

TUNED by BCKWRD

Too bad, kami tak sempat merekam penampilan si DJ, tetapi playlist yang diputernya bikin saya puas hati dan berpikir sebuah ide liar tentang sebuah acara DJ set yang khas :) If you know what i mean hehe.. Suatu saat nanti, doakan!