Kevin Shields bersama Charlotte Marionneau (gosip: kekasihnya) mendirikan sebuah label rekaman bernama Pickpocket. Pertanda sebuah album terbaru My Bloody Valentine terilis via label ini?
NME reports that My Bloody Valentine frontman Kevin Shields has started a record label, called Pickpocket, with Charlotte Marionneau of the London band Le Volume Courbe. The first release, out November 14, is Le Volume Courbe's Theodaurus Rex EP.
Well, you know who.. :)
Shields told NME that the EP was originally prepped for release on a different label. "I was like, 'I'll just get rid of a few pedals that I've had lying around for ten years and we'll start a label,'" he said. NME also reports that Shields has been recording a 10-minute noise track. "We thought we could put it out as a 10-inch," Marionneau said.
Charlotte Marionneau - Le Volume Courbe
NME reports that the label does not plan to release new music by My Bloody Valentine. Sigh. (Pitchfork)
Band legendaris Bandung ini, salah satu perintis awal sepak terjang band-band indie di tanah air. Album pertama mereka, Waktu Hijau Dulu, menjadi landmark musik dreampop eklektik dan menyisipkan materi-materi shoegazing pertama kalinya di skena lokal.
Sedikit sekali band indie jebolan 90-an yang masih bisa bertahan hingga kini. Cherry Bombshell adalah salah satunya, selain Pure Saturday atau Kubik, misalnya. Berdiri sejak 16 tahun silam, band ini berhasil menelurkan 3 album, plus satu mini album, meski sempat vakum dan perubahan personil besar-besaran, menyisakan satu pendiri aslinya saja di formasi saat ini.
Cherry Bombshell merilis sebuah album pertama yang legendaris, Waktu Hijau Dulu. Band yang mengambil nama dari warna cat rambut idola mereka, Miki Berenyi, sang vokalis band Lush, meracik sebuah album bernuansa dreampop, indiepop, dan shoegazing! Keempat pendirinya yaitu Agung Pramudya Wijaya (bass), Harry Hidayatullah (gitar), Ismail Rahaji (gitar), dan Mochammad Febry Syarif (drum) menggandrungi band 90's shoegaze seperti Lush, Pale Saint, Velocity Girl, dan Revolver.
Cherry Bombshell - Waktu Hijau Dulu
Hasilnya adalah Waktu Hijau Dulu, setelah sebelumnya sempat merilis demo tape berisikan 6 buah lagu dengan vokalis Alexandra, dari Sieve, sebuah band gothic. Sebelum album perdana dirilis, Alexandra harus meneruskan pendidikannya di Hongkong. Kedudukan Alexandra lalu digantikan oleh Widyastuti Ariani.
Berisikan dua belas buah lagu, Waktu Hijau Dulu dirilis dengan single utama, Langkah Peri, menjadi tembang indie favorit lintas generasi. Lirik-lirik di album ini pun eklektik dan surealis. Lagu seperti Anti Adas, Lahar, Bacar, Flowing Marjans, Tuduh, Memar, Kura-Kura Dalam Perahu, Sesal, Bintang, Lepas, dan Waktu Hijau Dulu, tampak begitu underrated, namun tak kalah memikat. Kita bisa merasakan sentuhan shoegazing di beberapa lagu di album pertama mereka.
demo EP yang berisikan lagu Super Ego
Sebuah lagu berjudul Super Ego (bisa dilihat video streaming diatas), dari mini album mereka yang tak pernah masuk dalam album penuh mereka, bisa menjadi salah satu jejak shoegazing eclecticism yang dirintis Cherry Bombshell, dan membuat seluruh materi dari album ini begitu dihargai dan disukai, khususnya bagi para loyalis garis keras mereka.
Kini, kaset album pertama Waktu Hijau Dulu, termasuk langka dan susah dicari, apalagi dengan album mini mereka berjudul E.P. yang hanya dicetak 500 kaset. Untungnya, file-file album pertama ini tak sulit ditemui dibeberapa file sharing, dan relik-relik shoegazing klasik dari Cherry Bombshell di album ini setidaknya masih bisa ditelusuri siapapun.
---- Dan akhirnya saya berhasil mendapatkan album mini EP dari seorang teman baik yang tahu betapa saya rela menato lengan dengan tulisan Cherry Bombshell jika tidak dinyatakan haram oleh agama saya :))
Umurnya hanya 18 tahun. Namun ajal terlalu cepat menjemputnya sebelum skena lokal mengenal lusinan lagu-lagu eklektik folk shoegaze memikat dan imajinatif yang tersimpan di laptopnya. Ia bernama Gendra Aldyasa Pasaman (1992-2010).
Sungguh, saya tak menyangka kalau penggubah album Sonic Sun, ternyata satu orang yaitu Gendra Aldyasa Pasaman, dengan memakai nama Noises By Gap. Ketika album itu muncul di etalase Aksara, saya sudah penasaran seperti apa sosok band ini ketika berada di atas panggung. Sampai sebuah artikel dari Rolling Stones yang berjudul Haru Biru di Peluncuran Album Sonic Sun Milik Noises by Gap, mengejutkan saya dengan kematian Gendra sebelum album ini dirilis!
Dirilisnya album Sonic Sun, pun tak lepas dari peran dua personil Agrikulture, Anton dan Hogi Wirjono. Ketika diwawancarai RSI, mereka menemukan materi-materi Gendra ketika sedang melihat isi laptopnya. Sekumpulan musik bernuansa shoegaze langsung memikat mereka. Anton dan Hogi segera menyambangi Iyub, produser dan otak Santamonica, untuk melakukan proses mixing dan mastering ulang.
Noises by Gap - Sonic Sun
Materi-materi mentah hasil polesan Iyub pun tersaji di album ini. Gendra meracik kesan akustik folk, eklektik, electronic, dan shoegazing terkini dengan apik. Terasa sekali pengaruh band-band shoegazing era 90-an seperti The Verve (album Storm in Heaven), Spoonfed Hybrid, Pale Saints, ataupun My Bloody Valentine. Dan Gendra melakukan semua isian dari seluruh materi seorang diri dengan sistem home recording hanya menggunakan gitar dan sebuah software musik.
On My Way, menjadi salam pembuka instrumental album Sonic Sun yang kentara sekali kesan space rock, dreampop, dan shoegazing. Lagu berikutnya, Sonic Gaze secara perlahan menerpa dengan gelombang gitar akustik, berselimutkan fuzz dan reverb penuh adiksi. Superstar menjadi lagu ketiga yang sejuk. Kabarnya telah dibuatkan videoklipnya, Gendra meracik gitar akustik lagu ini disandingkan dengan nuansa tremolo fuzz, menambah pekat atsmosfir lagu.
Alm. Gendra Aldyasa Pasaman
Beberapa lagu lainnya di album ini yang juga patut diperhatikan, sebut saja zzz, sebuah materi yang dimana Gendra bermain-main dengan loop dan synthesizer. Folk akustik yang begitu pekat, tampak juga di lagu One More, mengingatkan keteduhan slowcore a la Red House Painters. Lalu, The Moon is Your Friend, membuai sebagai penutup jendela imajinasi Gendra yang begitu liar. Album Sonic Sun oleh Noises by Gap, bisa saya sebut sebagai album shoegaze lokal yang detail, unik, dan artistik.
Terjatuh dari lantai 15 sebuah apartemen di daerah Jakarta Selatan, tak pelak akhir tragis dari remaja ini. Mungkin segetir kisah para musisi muda cerdas yang keburu tewas sebelum albumnya dipuji orang banyak, seperti Andrew Wood dari Mother Love Bone. Namun album Sonic Sun yang dikerjakan selama 6 bulan semasa hidupnya, bisa menjadi awal yang bagus untuk bercengkerama dengan keliaran imajinasi dan musikalitas Gendra yang harus berhenti selamanya. (Marr - howdoesitfeeltofeel1979.blogspot.com)
Album Sonic Sun, bisa dibeli di toko musik khusus seperti Aksara Bookstore dan sejenisnya. IDR45.000.
Ajie Gergaji kembali merilis dua materi baru di Soundcloud, bersama Amazing in Bed dan TrahProject. Penuh daya pikat, imajinatif, membius, dan bisa diunduh!
Ajie Gergaji just having a good time!
Punggawa Themilo ini kembali mempersembahkan dua materi terbaru dari proyek solonya. Jika beberapa materi sebelumnya di laman Myspace pribadinya, Ajie berselingkuh dengan para DJ, kini ia mencoba bercengkerama dengan Amazing in Bed, dalam lagu berjudul Circle, bernuansa 90's alt seminal shoegazing. Sementara itu Maya Mayow (vokalis terbaru Amazing In Bed) dan Ajie dengan apik mengharmonisasikan vokalisasi mereka begitu intim pada lagu ini. - And how i immensely fell in love with this track :)
Amazing in Bed (formasi terbaru)
Materi terbaru lainnya adalah Layung Bereum, bersama TrahProject. Layung Bereum yang dalam bahasa Sunda, Mega Merah, menjadi kolaborasi berikutnya dengan musisi DJ. Trah Project sendiri terdiri dari Gigi priadji, Iman "zimbot" Rohman, dan Indra NVG, yang mengusung world music dengan meleburkan musik etnik Sunda dan modern. Nuansa ambient dan electronic, terpaan distorsi reverb, dan senandung pria dan wanita yang begitu dreamy dan etnik!
Trah Project
Kini, Ajie sedang mempersiapkan 8 lagu untuk album solonya. Ia berbagi-dengar kedua lagu dari album tersebut via laman situs Soundcloud, meski hanya lagu Circle yang bisa diunduh. Tapi tenang, ada satu lagu materi terawal Ajie, berjudul Frozen Scratch Cerulean bersama Bottlesmoker, juga bisa diunduh gratis. So, enjoy his fascinating works, guys!
Band ini sudah hadir sejak tahun 2004 di Bandung. Berkiblat pada instrumentasi musik shoegazing, kini My Violaine Morning merilis sebuah single terbaru yang lebih 'ngeband' untuk album terbaru mereka, The Next Episode of This World, siap diunduh!
My Violaine Morning adalah sedikit band indie lokal yang mudeng dengan sosial media, khususnya situs band. Situs band ini yang beralamat di http://www.myviolainemorning.com, betul-betul memanjakan para pendengarnya dengan laman-laman yang artistik dan informatif. Mereka pun tak pelit untuk berbagi materi kepada siapapun, termasuk untuk album penuh perdana mereka yang bertajuk The Next Episode of This World.
My Violaine Morning
Sebuah lagu berjudul Light Inside, menjadi teaser album perdana mereka yang akan dirilis oleh label Jepang, Happy Prince. Satu hal yang seru, vokalisasi disandingkan pada lagu tersebut, berbeda dengan materi mereka sebelumnya yang dominan dengan instrumentalisasi. Dreamy dan shoegazing, mengingatkan band-band shoegaze klasik seperti Kitchen of Distinction dan the Rosemarys. Namun pengaruh mereka terserap dari My Bloody Valentine, The Cure, Cocteau Twins, God is an Astronaut, hingga Slowdive.
MVM's upcoming album.
Para personil band ini adalah Roni (vokal dan gitar), Baruna (gitar), Rikip (bass), dan Risky (drum). Uniknya, mereka sering bergonta-ganti posisi saat meracik di studio. Kabarnya, mereka akan merilis album ini pada bulan Januari 2012, dan rencananya dihelatkan Common Room. So, sembari menunggu, nikmati Light Inside dari My Violaine Morning via pranala unduh dibawah ini.